Jumat, 29 September 2017

Lapbook dan Homeschooler

Layering book
Bingung membaca judulnya? Jangan kuatir, anda tidak sendirian kok. Hehehehe. Pertama kali saya mendengar nama ini, saya juga bingung. Waktu itu mama-mama di komunitas kami berkumpul dan salah satu senior memperkenalkan istilah Lapbook. Lalu kepada kami direferensikan nama senior lainnya, keluarga Pasaribu, yang sangat sering menggunakan lapbook dalam proses pembelajarannya. Akhirnya kami mengundang keluarga Pasaribu untuk membagikan mengenai Lapbook dan kegunaannya bagi kami sebagai homeschooler. Auntie M, demikian Duo Lynns biasa memanggilnya, menjadi bintang tamu kami awal bulan ini. Nah, apakah Lapbook ini?

Lapbook, yang juga disebut sebagai Lappack, adalah buku yang dibuat oleh murid atau pengajar yang berisi suatu materi tertentu sesuai topik yang sedang dibahas, yang bertujuan agar materi yang disampaikan menjadi lebih menyerap. Biasanya lapbook terdiri dari folder atau map yang ditempelkan dengan kertas-kertas yang dilipat. Didalam kertas-kertas ini ada informasi yang berhubungan dengan suatu materi baik dalam bentuk tulisan, diagram, ilustrasi, gambar, dan sebagainya. Kalau kata Auntie M, Lappack ini merupakan salah satu cara untuk mendokumentasikan hasil pembelajaran dengan cara yang kreatif. Jadi setelah lelah mengajar, yang terkadang membuat kita jadi lepek, Lappack atau Lapbook ini menjadi salah satu bentuk dokumentasi kita akan suatu materi. 

Salah satu buku yang direkomendasikan untuk membuat Lapbook ini adalah buku The Big Book of Books. Buku karangan Dinah Zike ini berisi kumpulan craft dengan kertas yang bertujuan untuk membuat buku dan memaksimalkan kegunaan buku tersebut. Isi didalamnya bukan hanya prakarya untuk membuat buku, tetapi juga ada prakarya dengan kertas, matchbook yang dapat digunakan untuk men-drilling suatu materi, menjelaskan suatu materi, dan lain sebagainya. Buku ini sudah susah dicari, kebanyakan menjual second-nya. Tetapi dengan kemajuan zaman, cukup bertanya pada mbah Google pun akan keluar banyak pilihan Lapbook.
Hasil googling lewat Pinterest.
Dari buku tersebut, ada beberapa hal pernah kami buat, diantaranya mini book, layering book, matchbook, dan pop up card. Apakah membuatnya harus sendiri? Tentu tergantung tingkat kesulitannya dan apa tujuannya. Akan lebih baik jika melibatkan anak-anak, sehingga mereka pun akan lebih mengerti. Yang paling sering kami gunakan adalah layering book dan yang paling sering dibuat oleh anak-anak dan dibagikan dengan teman-temannya adalah mini book
Minibook karya Duo Lynns
Word collection
Berprakarya seperti ini, tentu sangat menyenangkan. Namun ada beberapa hal yang penting, yang dibagikan Auntie M, yang harus diingat bagi kita para homeschooler, diantaranya:
1. Lapbook dapat digunakan sebagai salah satu alat peraga untuk menjelaskan konsep. Terkadang konsep merupakan hal yang abstrak bagi anak-anak. Dengan adanya lapbook, penjelasan yang rasanya ribet dapat menjadi sederhana. Penggunaannya pun dapat disesuaikan dengan gaya belajar si anak. Bahkan anak yang gaya belajarnya auditori pun dapat menikmati penggunaan lapbook
Layering book untuk penjelasan waktu.
2. Dengan Lapbook, kita dapat mendokumentasikan apa yang sudah dipelajari selama ini. Di akhir pembahasan suatu materi, kita dapat membuat rangkuman bersama anak. Secara tidak langsung kita bersama dengan anak mengulang bersama. Dan akan lebih seru jika si anak dapat ikut serta dalam pembuatan lapbook. Tentunya keterlibatan si anak disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan umur si anak.
Mini Matchbook tentang waktu
3. Lapbook dapat digunakan sebagai alat atau bahan presentasi. Setelah si ayah pulang, anak-anak dapat menggunakannya sebagai bahan presentasi kepada si ayah mengenai apa yang mereka pelajari. Selain kepada si ayah, anak-anak dapat menggunakannya lapbook sebagai alat presentasi saat ada pertemuan dengan anggota dalam komunitas. 

4. It takes time to make it, but as long as they understand, it's okay (with reasonable expectation). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar (KBM), terkadang ada masanya KBM belajar sedikit melambat, atau lumayan melambat, dan ada masanya KBM berjalan cepat. Saat sedang melambat, rasanya pasti senewen karena semuanya tidak berjalan sesuai rencana kita. Tetapi sebetulnya bagi homeschooler hal ini seharusnya tidak membuat pusing kita karena waktu kita lebih fleksibel. Tidak masalah jika sedang melambat, selama mereka mampu mengikutinya. Daripada dikejar untuk maju namun si anak tidak kuat difondasinya, bukankah akan membuat kita mengulang materi ini dikemudian hari. 

5. Walau kita tidak kreatif, tapi banyak sumber-sumber yang dapat digunakan. Sekarang sudah banyak sumber informasi yang dapat digunakan bagi kita untuk berkreasi. Dari yang sederhana sampai yang rumit, dari yang low budget sampai yang wah. Jadi tidak kreatif bukanlah lagi alasan bagi kita untuk terpaku dengan textbook saja. Yang diperlukan adalah kerelaan kita untuk meluangkan waktu untuk membuat ini. 

6. Don't expect something that is higher than capacity. Yang artinya jangan membuat diri sendiri susah. Kalau kita mulai senewen dengan pelajaran yang ada, bisa jadi kita menaruh standar diatas kapasitas anak dan kita mengejar  yang Tuhan tidak ingin kita kejar. 

7. Pembelajaran yang ada hendaknya selaras dengan apa yang Tuhan inginkan dan jangan dipatok. Bagi anak-anak tertentu, pembelajaran apapun rasanya mudah. Tetapi ada anak-anak yang memang membutuhkan waktu untuk menyerap suatu materi. Bukan berarti anak yang terlalu aktif, seperti kata orang-orang zaman dulu, tetapi memang keahlian mereka bukan dalam bidang akademis. Jika kita mematok anak seperti ini harus bisa materi ini dalam waktu sekian, yang jelas-jelas tidak rasional, maka kita berusaha menjalankan maunya kita, bukan maunya Tuhan.

8. You can't nurture others unless you are nurtured. Ini point yang menurut saya penting. Jika kita tidak mendapatkan nutrisi yang baik, maka kita tidak akan mampu memberikan nutrisi kepada si anak. Seringkali kita berpikir yang penting anak-anak bisa secara akademis. Namun dibanding hal akademis, ada hal yang lain yang lebih penting. Dalam homeschool, kita mengisi hati dan bukan hanya mengisi pikiran mereka. Bagaimana kita dapat mengisi hati mereka jika kita tidak ternutrisi dulu secara spiritual. Oleh sebab itu, penting bagi homeschooler untuk ternutrisi dengan baik secara rohani. 

9. Bagi si ibu, Lapbook merupakan bukti dari suatu pembelajaran. Setelah seharian sibuk ngurus rumah dan anak, dari kejar-kejaran dengan waktu dan rutinitas sampai membuat lepek, seringkali mama-mama homeschooler, setidaknya saya, merasa kok hari berlalu dan kerjaan tidak ada habis-habisnya. Setelah lepek seharian, lappack atau lapbook menjadi bukti bahwa ada hasilnya setelah kita lepek seharian. 

Di akhir pertemuan, anak dari auntie M membagikan pengalaman dia selama ini dengan lapbook. Menurut J, lapbook itu berarti suatu buku yang dapat ditaruh di pangkuan si anak (book on the lap) dan saat dibuka si anak dapat memahami suatu pelajaran dengan lebih gamblang. Bagi J, setiap usaha yang dilakukan mamanya untuk membuat dia memahami materi melalui lapbook sungguh berharga. Sekarang terserah kepada kita sebagai orang tua, apakah mau banyak sedikit berkorban untuk anak dengan meluangkan waktu untuk menyiapkan perlengkapan yang ada. 

Setelah pertemuan kami selesai, kami diberi kesempatan untuk melihat-lihat beberapa lapbook yang mereka bawa. Ada yang sederhana dan ada yang rumit, tetapi bermakna dan penuh dengan kenangan tentunya. Selain keluarga Pasaribu, ada juga senior lain yaitu keluarga Hartono. Acara dilanjutkan dengan fellowship sambil makan siang. Acara ngobrol bersama senior-senior mengenai suka duka homeschool dan tips lainnya mengenai homeschool life ini semakin seru karena anak-anak mereka juga hadir dan menjadi saksi hidup dari segala kerumitan proses belajar mengajar dan merasakan hasilnya dalam hidup mereka. 

Selasa, 19 September 2017

Percobaan Toleransi: Floating Irritations

Floating Irritations
Bulan lalu, bertepatan dengan dirgahayu RI, kami membahas karakter tenggang rasa atau toleransi. Karakter ini merupakan hal yang penting bagi kita yang tinggal dalam masyarakat yang sangat majemuk. Bukan hanya untuk anak, untuk orang dewasa pun hal ini terkadang susah dilakukan. Namun hal ini merupakan hal yang penting, apalagi dalam suatu kelompok. Dibutuhkan adanya kerjasama dan penerimaan antara satu dengan yang lainnya.

Apakah definisi toleransi? Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, tenggang rasa adalah sikap atau sifat membolehkan pendirian orang lain yang berbeda dengan kita. Toleransi juga didefinisikan sebagai batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Dengan kata lain, asal masih berada dalam batasan kita, akan mudah bagi kita bersikap toleransi.

Berdasarkan karakter yang kami bahas toleransi adalah penerimaan terhadap orang lain sebagai ekspresi unik atas kualitas karakter tertentu dalam derajat kedewasaan yang bebeda. Dalam bahasa yang mudah dimengerti anak-anak, saya mengatakan dapat menerima orang lain yang berbeda dengan kita. Tentunya terkadang susah untuk menerima orang lain yang berbeda, apalagi jika yang berbedanya ini memaksakan kehendak kepada kita. Tetapi seperti Tuhan menerima kita apa adanya, maka dengan kasihNya yang ada pada kita, kita pun dapat menerima orang lain yang berbeda dengan kita. Saat kita bersedia untuk membagi kasih Tuhan kepada orang lain, maka Tuhan sendiri yang menumbuhkan sikap toleransi dalam hidup kita.

Untuk membuat pembahasan ini lebih mengena, maka kami melakukan suatu ilustrasi. Ilustrasi ini diberikan dengan tujuan agar kita mampu memahami bagaimana kita menjadi saluran kasih Tuhan saat kita menunjukkan sikap toleransi. Kalau biasanya kami memahami suatu karakter dengan membuat craft, kali ini kami melakukan eksperimen. 

Alat-alat yang diperlukan:
1. Botol atau gelas yang cukup tinggi dan transparan.
2. Uang logam, kami menggunakan Rp 1.000,00.
3. Es batu (agak banyak).
4. Gelas yang berisi air.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Masukkan uang logam ke dalam botol atau gelas. Katakan kepada anak-anak bahwa uang logam ini adalah kita.
2. Setelah itu masukkanlah es batu ke dalam botol tersebut. Katakan kepada anak-anak bahwa es batu ini adalah perasaan kesal kita akan sikap orang-orang disekeliling kita yang berbeda dengan kita dan lumayan menyebalkan. Saat memasukkan es batu, kita mengajak anak-anak untuk menyebutkan kita tidak suka jika teman kita berbuat ini atau itu. Misalkan kita tidak suka jika teman meminjam dan merusak barang kita, saudara yang suka nangis, teman tidak tepat waktu, teman tidak dapat dipercaya, teman senang menyuruh kita melakukan ini itu, teman berkata-kata tetapi tidak dapat melaksanakan kata-katanya, dan sebagainya.
3. Ajak anak mengamati apakah ada jarak antara uang logam dan es batu tersebut. (jawabannya tidak). Mengapa? Karena yang ada di dalam botol tersebut hanya kita dan pandangan kita akan sikap mereka yang berbeda dan terkadang menyebalkan. Otomatis gesekan yang ada semakin terasa.
Uang logam dan es batu yang saling bersinggungan.
4. Setelah itu kita ambil gelas yang berisi air. Air itu melambangkan kasih Tuhan yang kita nyatakan kepada orang-orang tersebut, misalkan dengan memaafkan, menolong mereka, tersenyum, mengajak mereka bermain, memberikan hadiah, mendoakan mereka, dan sebagainya. Kita tuangkan 1/4 air dari gelas tersebut. Untuk memudahkan, saya menggunakan measuring cup. Tanyakan kepada mereka apakah ada jarak antara es batu dan uang logam. Pasti mereka akan menjawab belum ada.
5. Tuangkan lagi 1/4 isi gelas tadi. Setelah itu saya mengatakan kepada mereka kita lebih lagi melakukan setiap hal yang baik diatas. Apa yang terjadi dengan uang logam dan es batu? Sekarang ada jarak antara uang logam dan es batu.
Dengan adanya air, jarak antara es batu dan uang logam semakin menjauh.
6. Tuangkan kembali 1/4 isi gelas, kemudian amati apa yang terjadi. Setelah itu tuangkan sisanya, dan lihat perbedaan yang ada.
Semakin banyak air, semakin jauh jarak antara uang logam dengan es batu.
Semakin banyak air yang ada di dalam gelas, semakin jauh jarak antara uang logam dan es batu. Dan saat seluruh air sudah dituang kedalam gelas atau botol, es batu sudah mengapung dipermukaan air tersebut. Saya mengatakan kepada anak-anak bahwa semakin banyak kasih yang kita berikan, semakin jauh jarak gesekan antara satu dengan yang lain. Bahkan kasih tersebut dapat membuat perasaan kesal kita menghilang.

Kita tidak menunjukkan kasih dengan tujuan untuk menghilangkan kekesalan kita, tetapi saat kita belajar mengasihi orang yang berbeda dengan kita, kasih akan orang ini membuat kita tidak mudah terganggu oleh ketidakdewasaannya. Point ini bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga untuk kita sebagai orang tua. Sama seperti uang logam tersebut, sebanyak apapun air akan tetap tenggelam, maka saat kita dipenuhi oleh kasih Tuhan kita akan semakin dalam lagi mengenal Dia. Dan sama seperti es batu yang akan mengapung dan mencair jika bertemu dengan air, maka semua perasaan kesal kita pun akan lenyap saat kita tinggal didalam kasihNya =)

Di akhir percobaan, setelah urusan dengan toleransi selesai, saya iseng bertanya mengapa es batu tersebut bisa naik keatas atau mengapung sedangkan uang logam tetap tenggelam. Jawaban anak-anak begitu sederhana, karena es batu kalah berat dengan air, jadi dia mengapung. Wajar sih, karena mereka belum belajar berat jenis. Tetapi cara ini juga dapat digunakan saat kita akan mengajari anak-anak tentang konsep mengapung dan tenggelam. 

Jumat, 15 September 2017

Apakah Gaya Belajarmu?


Setiap orang diciptakan istimewa,dengan keunikan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Saudaran kandung juga memiliki perbedaan. Walau lahir dari rahim yang sama, pasti ada beberapa hal yang berbeda. Bahkan anak kembar identik saja pasti punya perbedaan. Mungkin bukan hanya fisik yang berbeda, bisa juga makanan kesukaan, hobi, gaya berpakaian, dan gaya belajar yang berbeda. 

Saat kami memulai homeschool, proses pembelajaran berjalan dengan baik pada kakak. Kakak tipe anak yang manis, yang dapat menangkap apa yang saya jelaskan dengan alat bantu yang sederhana dan bahkan tanpa alat bantu sekalipun. Mamanya tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra. Bahkan saat sekarang pun kalau kakak lagi 'error' atau saya yang lagi 'error' (maafkan mama, ya nak) dan nadanya mulai naik satu oktaf, kakak akan segera menyelesaikan pekerjaannya. 

Saat adik mulai belajar, proses pembelajaran berjalan dengan cara yang berbeda. Metode yang sama terkadang berhasil, terkadang tidak berhasil. Saya harus segila sekreatif mungkin supaya pembelajaran lebih cepat ditangkap oleh adik. Banyak alat bantu mengajar yang saya buat saat saya mengajar adik. Tidak terbayangkan jika saya keukeuh menggunakan cara yang sama dengan cara saya mengajar kakak, maka saya akan menjadi sangat frustasi dan adik pun bisa emosi jiwa karena tidak mengerti apa yang mamanya ajarkan.

Gaya belajar kakak dan adik memang berbeda. Dan bukan hanya kakak dan adik, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda. Kita tidak dapat berkata karena saya gaya belajarnya ini dan suami gaya belajarnya itu, maka anak saya akan memiliki gaya belajar ini atau itu. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk mengetahui apakah gaya belajar anak kita. Berdasarkan pengalaman saya saat mengajar anak-anak, dan juga anak sendiri, ada tiga macam gaya belajar. Sekarang mungkin sudah meluas, tetapi menurut saya itu hanya kembangan dari yang tiga ini. Dan beruntungnya kami, kurikulum CCC yang kami pakai menjelaskan hal yang sama juga. Oya, tulisan ini pasti jauh dari sempurna, apalagi sesempurna para pakar pendidikan, tetapi mungkin saja dapat membantu para mama (seperti saya) yang terkadang sakit kepala saat mengajar anak.

Visual

Tipe yang pertama adalah visual. Tipe ini merupakan tipe yang paling banyak dimiliki orang. Anak tipe ini belajar dengan melihat. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut. 
1. Mudah memvisualisasikan sesuatu di pikiran mereka.
2. Menyukai diagram, tabel, flash card, video, buku, dan segala hal yang detil.
3. Menyukai list atau daftar, bahkan sebelum mampu membaca.
4. Mudah terganggu dengan hal-hal yang berbau visual.
5. Suka tidak fokus saat bercakap-cakap karena matanya melirik sana sini.
6. Senang saat guru menjelaskan dengan menulis atau menggambar, intinya yang menggunakan alat tulis. 
7. Senang kepada penghargaan yang bersifat visual, seperti gambar bintang, sticker, dan sebagainya.

Auditori

Tipe yang kedua adalah auditori. Anak yang mempunyai tipe belajar seperti ini belajar melalui pendengaran. Karena melalui pendengaran, mereka cenderung senang berbicara saat belajar. Saat mereka berbicara dan mereka mendengar apa yang mereka ucapkan, otak mereka memrosesnya. Ciri-ciri tipe auditori adalah sebagai berikut:
1. Menyukai instruksi yang sangat jelas dan mengulangi kembali instruksi tersebut dalam bahasa mereka.
2. Senang membuat suara saat mengerjakan sesuatu.
3. Biasanya mempunyai kemampuan verbal yang baik.
4. Menyukai puisi, cerita, ilustrasi mengenai orang dan pengulangan secara oral.
5. Biasanya cenderung tidak suka membaca, tetapi saat mereka harus membaca, mereka akan membaca dengan bersuara.
6. Menyukai musik dan biasanya suka bernyanyi.
7. Menyukai pengulangan terhadap segala hal.
8. Lebih menyukai test secara oral daripada test tertulis.
9. Senang kepada penghargaan yang bersifat pujian, seperti kata-kata.

Kinestetik

Tipe yang ketiga adalah kinestetik. Anak yang mempunyai tipe belajar seperti ini belajar melalui tindakan. Karena melalui tindakan, anak yang kinestetik cenderung tidak bisa diam atau pecicilan. Ciri-ciri tipe kinestetik:
1. Senang dengan yang namanya alat bantu.
2. Tidak bisa diam dan hobi menyentuh segala hal. Senang bergerak, dan beberapa diantaranya dapat dikategorikan hiperaktif.
3, Sangat bagus dengan hal-hal yang berbau motorik, khususnya motorik kasar.
4. Susah untuk mendengarkan susah untuk diminta duduk manis, seakan ada paku di kursinya.
5. Menyukai project, eksperimen, dan juga bunyi-bunyian.
6. Suka untuk menyentuh suatu gambar dan memegang buku sendiri (melihat dengan tangan).
7. Tidak suka tugas menulis.
8. Senang kepada penghargaan yang bersifat sentuhan fisik, seperti dipeluk, ditepuk pundaknya, dan sebagainya.

Cara sederhana untuk mengetahui anak kita gaya belajarnya seperti apa adalah saat ia melihat barang yang dia suka. Anak yang visual akan cenderung mengamati benda tersebut baru menyentuh atau bertanya (melihat dengang mata). Anak yang auditori akan ngoceh dulu, bertanya mengenai barang tersebut dan berusaha menemukan suara atau bunyi-bunyian dari barang tersebut (melihat dengan telinga). Sedangkan anak kinestetik akan menyentuh barang tersebut sebelum betul-betul melihat dan mengetahui benda tersebut (melihat dengan tangan). Adik adalah tipe yang ketiga, sehingga kami harus senantiasa mengingatkan bahayanya jika langsung memegang barang sebelum mengamati.

Apakah setiap orang pasti hanya punya satu tipe gaya belajar? Sama seperti temperamen, ada satu tipe yang dominan, dan tipe yang lainnya mendukung. Misal si A adalah anak yang dominan kinestetik. Bisa jadi gaya pendukungnya adalah auditori atau visual. Kebanyakan orang kuat di satu tipe belajar, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka tidak dapat belajar dengan dua cara yang lain. Saya sendiri memiliki gaya belajar yang dominan di visual, dan didukung oleh kinestetik dan auditori. Tetapi saya mudah menghapalkan sesuatu melalui lagu juga. Dengan kata lain, ketiga cara belajar ini bisa saling melengkapi asalkan digunakan pada tempatnya.

Setelah kita mengetahui gaya belajar anak kita, apakah ini dapat menjadi excuse saat anak kita berbuat sesuatu? Apakah kita harus pasrah jika misalkan si anak kinestetik tidak bisa diam dan kita membiarkannya semaunya saja? Kan memang anak kinestetik begitu. Atau memang nih si anak auditori senang berisik dan berkata-kata dengan suara yang besar. Menurut saya tidak. Anak yang kinestetik bukan berarti tidak dapat dilatih untuk duduk manis juga pada keadaan tertentu. Atau anak yang auditori bukan berarti bebas teriak-teriak dimana saja. Gaya belajar bukanlah alasan seorang anak tidak tahu sopan santun bukan? Sebagai orang tua, salah satu tugas kita adalah membiasakan anak bersikap pada tempatnya. Jika kita menganggap ya karena tipe belajarnya begitu, wajar kalau dia lari-larian atau teriak-teriak atau menonton seharian (walaupun tontonan edukasi), maka endingnya adalah kita mengabaikan si anak. Menurut saya loh ya = D

Apa sih manfaatnya jika kita tahu gaya belajar masing-masing anak? Sebagai orang tua, salah satu tugas kita adalah mengajar mereka. Menaruh anak ke sekolah bukan berarti tanggung jawab kita sebagai orang tua untuk mendidik anaknya hilang. Di rumah pun kita dapat membantu si anak untuk memahami materi yang disampaikan di sekolah. Dengan mengetahui gaya belajar si anak, kita lebih mudah untuk menjelaskan sesuatu. Selain itu, kita tidak akan dengan gampang melabeli anak kita saat kita membandingkan dengan saudaranya. 

Tentang pelabelan, seringkali di sekolah terjadi pelabelan terhadap anak. Si A nakal ya tidak bisa diam. Si B anaknya tidak pintar, dijelaskan tetapi tidak mengerti juga. Jika guru tidak mengetahui tentang gaya belajar si anak, seringkali mereka akan melabeli si anak. Buntutnya, kita mengiyakan kata-kata mereka atau kita marah-marah sama guru tersebut karena meng-underestimate anak kita. Jika kita mengetahui tipe belajarnya, kita dapat memberikan 'pembukaan' kepada si guru mengenai gaya belajar anak kita dan berharap bahwa dengan proses penyampaian yang sesuai, bisa jadi proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Dengan demikian tidak ada lagi pelabelan terhadap anak.

Bagi homeschooler, dengan mengetahui gaya belajar si anak, kita tidak akan menaruh ekspektasi berlebih jika si anak belum mengerti materi yang kita ajarkan. Kita dapat mengajarkan dengan cara yang memang lebih mudah dimengerti oleh si anak. Dan untuk mamanya, hal ini membantu untuk mengurangi stres dan membuat kita berpikir kita memang tidak dapat mengajar.

Dengan mengetahui gaya belajar si anak, kita lebih bisa 'menikmati' proses belajar mengajar yang ada. Jika mereka tidak mengerti suatu pelajaran, saya berhenti di pelajaran tersebut dan berusaha menyesuaikan dengan gaya belajar mereka (atau bahkan dengan gaya belajar sekunder mereka). Seringkali, perubahan tersebut, walau sedikit, membantu mereka memahami pelajaran yang disampaikan. Dan percaya deh, rasanya senang (pakai banget) saat anak kita memahami suatu materi yang awalnya mereka bingung hanya karena kita mengubah cara penyampaian kita. Itu suatu kebahagiaan dan berkat yang luar biasa ;)

Sumber foto: tatasky.com dan traveldirectors.com