Minggu, 25 April 2021

Apa sih Esensi Pendidikan?

Akibat pandemi yang membuat kami tidak kemana-mana, kami pun jadi merapikan barang-barang di lemari buku. Maklum, buku yang begitu banyak (sugih buku namanya), dan terus bertambah, membuat kami mulai pusing menyimpan buku-buku. Jadi kami pun mulai merapikan kembali isi dari lemari kami. Maksud hati sih supaya tidak terlihat banyak. 

Only The Paranoid Survive =))

Di tengah merapikan buku-buku tersebut, saya menemukan banyak buku-buku yang dipakai saat saya dan si papa kuliah, baik sarjana dan pasca sarjana. Saya pun bernostalgia dengan buku-buku tersebut. Terbayang hectic-nya hidup saat buku-buku tersebut sangat berjaya di masa kuliah pascasarjana. Di tengah saya kuliah malam, saya masih harus membagi waktu untuk bekerja (saya sudah bekerja sejak SMA), menjaga keponakan (literally berperan sebagai ibunya), dan mengerjakan tugas-tugas yang hanya bisa dikerjakan di dini hari. Dan puji Tuhan lulus juga dengan nilai yang memuaskan.

SPSS... Peneman di beberapa puluh purnama yang lalu =D

Lalu, saya pun melihat masa kini. Sekarang tentunya saya sudah tidak bekerja. Saya ’hanya’ menjadi asisten ibu rumah tangga, yang prestige-nya kurang dibanding wanita karir. Hmmm....total kuliah sampai pascasarjana 5,5 tahun lalu hanya jadi IRT. Jadi teringat kata-kata beberapa orang sih percuma dong pintar-pintar jadi IRT doang (gubrak). Sekolah tinggi-tinggi tapi ending-nya jadi IRT yang notabene tidak ada penghasilan, sayang otaknya. 

Karena hal ini, saya jadi merenung. Apakah esensi dari pendidikan? Apakah tujuan orang bersekolah hanya supaya bisa dapat pekerjaan? Atau kuliah tinggi-tinggi supaya bisa dapat gaji besar dan bisa jalan-jalan keluar negeri (sekarang belum bisa karena pandemi sih)? Atau tujuan pendidikan adalah menjadi terpandang di kalangan sosial karena karir yang keren? 

Pendidikan, atau edukasi, berasal dari bahasa latin educare (ex dan ducere). Ex berarti sesuatu yang berada dari dalam jadi keluar dan ducere berarti menuntun, mengarahkan, atau memimpin. Dengan demikian, pendidikan berarti kegiatan untuk menuntun keluar potensi si anak. Pendidikan bukan sekedar mentransfer ilmu, tetapi juga proses untuk si anak mengembangkan dirinya. Bahkan untuk kami, esensi dari pendidikan adalah proses dimana si anak mengenali panggilan Tuhan dalam dirinya, mempunyai karakter Ilahi, apa yang dia dapat lakukan untuk memuliakan Tuhan, dan menjadi berkat bagi sesama.

Membuat fondasi yang baik bagi anak salah satu esensi pendidikan bagi kami

Dengan esensi pendidikan diatas, dangkal sekali jika yang kita transfer hanya sekedar informasi dan ilmu. Dangkal sekali jika kita berpikir kalau tidak mendapatkan pekerjaan yang wah, tidak mendapatkan gaji yang double atau triple digit, tidak bisa jadi enterpreneur, tidak punya jabatan yang tinggi, berarti sia-sia kita sekolah. Tidak salah jika kita mendapatkan salah satu atau semua hal tersebut, tetapi itu bukanlah tujuan utama dari pendidikan dan alasan kita mendidik (baik sendiri atau menyekolahkan) anak.

As educator, we are passing on a life.  Saat kita mengajar, bukan hanya materi yang kita bagikan. Lebih dari membagikan ilmu, kita membagikan hidup, hubungan, dan tentunya legasi iman. Kita ingin membangun karakter si anak. Jadi peran kita sebagai pendidik anak sangatlah istimewa.

Kalau gitu, tidak apa deh ya kalau si anak tidak bisa pelajaran A? Kan yang penting dia bisa mengembangkan dirinya. Uhm, gak gitu juga sih. Prinsip kami, kami tidak mengejar anak untuk jadi yang number one a.k.a paling hebat saat mengerjakan pelajaran. Di materi yang memang kelemahannya dia, setidaknya dia bisa yang menjadi hal dasar. Di bidang yang memang dia berpotensi, terus dikembangkan. 

Contoh, bagi anak yang tidak jago dalam urusan olahraga, ya kita jangan mengejar dia menjadi atlet. Yang penting dia tahu hal yang dasar, seperti berlari, berenang, menangkap barang, dan berjalan. Kalau anak tidak bisa matematika (momok sejuta umat), bukan berarti tidak usah diajarkan dengan alasan ngitung kan bisa pakai kalkulator. Eits, tunggu dulu. Kalkulator hanya alat bantu menghitung, tetapi logikanya ada di kita. Logika salah, hitungan kalkulator kan salah juga. Kalau harusnya ditambah tetapi dikurang, kan tetap salah =D

Pengurangan yang menjadi media menggambar

Selama yang dipelajari adalah materi dasar, maka saya akan tetap mengulang, walau si anak protes. Yang saya kejar adalah agar dia tidak menyerah dan mau memperbaiki kesalahan dia saat mengerjakan materi tersebut. Ada tangisan? Oh, tentu ada. Ada emosi? Oh, tentu ada. Apalagi kalau mamanya lagi hectic. Tapi diakhir, saat si anak bisa, dia bisa berkata ternyata kalau dicoba terus lama-lama bisa juga. Dan percaya deh, saat si anak berkata seperti itu, rasanya hati itu nyes banget. 

Nah, setelah melewati drama, akhirnya benar juga. Walau tulisannya berpola

Kembali ke pertanyaan diatas, jadi apakah percuma kuliah capek-capek (S1, S2, S3, es teler, dan es lainnya), lulus cum laude, magna cum laude, atau bahkan summa cum laude, lalu ending jadi ibu rumah tangga? Tentu tidak. Seperti ada istilah berkata menimba ilmu bisa dilakukan dimana saja dan dengan siapapun. Demikian juga mengamalkan ilmu yang kita pelajari bisa dimana saja dan dalam bentuk apapun. Setiap jenjang pendidikan yang kita lewati tentunya berdampak pada kita saat ini. Setiap pengalaman yang kita lalui, dapat kita bagikan pada anak-anak. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik?

Selain itu, jika saya boleh melihat kebelakang, saya melihat melihat penyertaan Tuhan yang luar biasa. Begitu banyak kemurahan Tuhan yang saya alami. Kalau kita berkata percuma, berarti kita menafikan atau menyangkal karya Tuhan, penyertaan Tuhan, penyediaan Tuhan. Tidak ada yang percuma jika semua dalam jalurNya. Setiap hal dipersiapkan untuk memenuhi panggilanNya (walau terkadang penuh tangisan).  

Jadi, kalau sudah tahu esensi pendidikan itu sendiri, harusnya kita (para mommies) tidak akan berkecil hati karena sekarang jadi ibu rumah tangga kan?

Kamis, 15 April 2021

Review Health Abeka

Pelajaran Health? Pelajaran apakah itu? Pasti bingung kan saat mendengar tentang mata pelajaran Health atau Kesehatan. Kami pun dulu bingung saat mendengar mata pelajaran ini. Karena kan memang di pelajaran kita dulu tidak ada subject ini. 

Pelajaran Health ini membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan diri kita. Secara garis besar, pelajaran Health dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah Health, Safety and Manners untuk kelas 1 hingga 3. Di bagian ini, anak-anak diperkenalkan mengenai cara merawat tubuh, memakan makanan sehat. Selain itu mereka juga mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan safety habit dan tingkah laku yang baik, seperti tetap aman saat di dalam ataupun di luar rumah, menjadi pribadi yang baik dan respek kepada orang-orang disekitarnya. 

Di bagian kedua, anak-anak lebih mempelajari mengenai Good Health Series untuk kelas 4 hingga 6. Anak-anak akan belajar mengenai organ-organ tubuh, sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem peredaran darah, dan sejenisnya. Kalau kata saya mah anak-anak belajar Biologi. 

Health Chart, digunakan dari kelas 4 hingga 6.

Kami pribadi hanya membeli pelajaran kelas 4 hingga 6. Selain karena budgeting wise, bacaan-bacaan di rumah pun sudah banyak yang berhubungan dengan topik-topik yang dibahas di buku Health, Safety, and Manners. Jadi anak-anak baru mulai menggunakan buku Health saat mereka menginjak kelas 4. 

Yang menarik dari buku-buku ini, informasi dari buku panduan begitu banyak. Seingat saya, info-info ini saya dapatkan saat saya sudah SMP dan SMA. Mungkin memang karena kurikulum di sana seperti itu. Tetapi yang menjadi nilai tambah adalah topik yang ada dibahas berdasarkan perspektif Kristiani. Jadi anak-anak tidak hanya belajar tetapi juga semakin menyadari bahwa Tuhan menciptakan mereka begitu ajaib, bahkan urusan dalam tubuh mereka pun begitu luas. 

Skeletal system, rasanya dulu belajar ini saat SMP
Bagaimana cara penggunaan buku ini? Biasanya saya menggunakan setelah Science Abeka selesai. Dengan adanya buku panduan guru, saya tinggal mengikuti planning yang disediakan untuk pelajaran Health. Kalau menurut saya, panduan ini sangat sederhana, bahkan dapat diikuti langsung oleh si murid. Jadi, kita bisa melatih anak untuk belajar mandiri juga. 
 
Bagaimana cara mendapatkan buku ini? Dulu, saat kakak masih umur 4 tahun, saya mulai hunting kurikulum SD. Jadi sekalian mengunjungi si tante, kami sekalian membeli bukunya.  Jadi kalau ada keluarga di luar, dan memang ada rencana datang ke Indonesia, bisa dititip ke mereka. Lumayan, hemat ongkir dan pasti sampai.
 
Ada juga teman yang membeli langsung dari website Abeka.com. Hanya saja memang ditambah ongkir rasanya mahal. Beberapa teman menggunakan jastip alias jasa titip. Ini juga boleh dipertimbangkan, karena ongkirnya jauh lebih murah.

Secara keseluruhan, kami senang menggunakan buku Health ini. Anak-anak pun diajak untuk aware dengan diri mereka sedini mungkin.



Sabtu, 10 April 2021

Father and Daughter's Day in Pandemic

Di keluarga kecil kami, kami mempunyai kegiatan yang dikhususkan untuk kegiatan si papa dengan anak perempuannya (ups, semua anaknya perempuan). Kami menyebutnya Father and Daughter’s Day (F n D Day). Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang menurut kami spesial (walau gak pake telur). Di hari ini, papa dan salah satu dari anak-anak akan meluangkan waktu berdua untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tentunya menyenangkan untuk si anak. 

Mengapa kok sampai ada kegiatan seperti ini? Image atau citra ayah sangat penting bagi anak-anak mereka. Bahkan ada suatu istilah yang mengatakan bahwa ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Maka penting sekali untuk membangun bonding atau ikatan antara si ayah dengan anak-anak perempuannya. Saat ikatan itu sudah terbentuk, maka nantinya saat si anak memasuki masa remaja, anak tidak akan sungkan untuk bercerita kepada ayahnya.

Pertama kali kami mengadakan F n D Day, kami pergi ramai-ramai ke mall. Kakak berdua dengan si papa, adik dengan saya. Saat itu umur kakak masih 4 tahun. Kegiatan mereka hanya makan dessert berdua, saya juga makan es krim berdua adik. 

Apa saja sih yang dilakukan saat berduaan? Yang pasti, komentar yang menggurui tidak boleh ada saat sedang berduaan. Nasihat yang memojokkan pun tidak boleh ada. Tidak ada pembahasan pelajaran. Papa berbicara dari hati ke hati dengan anak-anak (yang hari itu memang waktunya untuk F n D dengan papa). Terkadang melakukan kegiatan berdua, seperti menonton berdua, baca cerita berdua, dan sebagainya. Intinya sih kegiatan yang tidak menguras air mata anak-anak. Tetapi yang membuat memori yang baik di benak mereka.

Bagaimana sekarang saat pandemi? Kami termasuk orang yang ketat selama pandemi. Bukan apa-apa, ada sepuh dan bayi dalam satu rumah. Walau banyak yang terkena corona dan sembuh, tetapi perawatannya dan biaya untuk penyembuhan itu yang terbayang repot bagi kami. Jadi kami betul-betul tidak mengadakan F n D keluar rumah. F n D dilakukan di rumah saja. Mencegah lebih baik daripada mengobati, kan. 

Tidak perlu keluar rumah untuk menikmati dessert ini, kan

Saat dengan kakak, papa menyulap meja menjadi cantik dan menyajikan dessert yang dibuat oleh papa sendiri. Mereka ngobrol ngalor ngidul dan tertawa ini itu. Persis seperti orang sedang dating. Maklum, kakak sudah masuk pre-teen. Jadi lebih sering main perasaan. 

Another homemade dessert

Saat dengan adik, papa menyulap jemuran baju menjadi tenda (daripada harus buka tenda betulan). Ceritanya adik mau berkemah di gunung. Acara kemahnya pun lengkap dengan cemilan dan minuman kesukaan adik. Kalau kata adik, seru abis acara berkemahnya.

Kemah lengkap dengan lampu gantung =D

Andaikan bonding sudah ada, lalu perlu tidak sih acara F n D? Tentu saja perlu. Yang namanya hubungan harus terus dibina. Ikatan pun demikian. Jika ikatan itu sudah ada, kegiatan ini menjadi culture atau tradisi yang menyenangkan untuk anak-anak. 

Si adik dengan kemah dadakan.

Kalau dulu kami secara random melakukan F n D di hari biasa (dalam sebulan ada sekali), sekarang kami tidak bisa. Berhubung di rumah saja, maka kegiatan ini dilakukan setiap minggu. Papa akan bergantian meluangkan waktunya dengan anak-anak. Minggu pertama adalah waktu papa dengan si kakak. Minggu kedua adalah waktu papa dengan si adik. Bagaimana dengan si bayi? Untung belum bisa request =D

Dad and his daughters