Kamis, 27 Juli 2017

Review Climbing to Good English

Jika sebelumnya saya sudah me-review Pathway Readers, kali ini saya akan me-review partnernya Pathway Readers, Climbing to Good English. Sama seperti Pathway Readers yang awalnya ditulis bagi komunitas Amish, Climbing to Good English (C2GE) juga awalnya ditulis untuk komunitas Amish. Tetapi isi dari C2GE ini dapat digunakan bagi sekolah Kristen dan juga keluarga yang melakukan homeschool. Materi dalam C2GE mencakup grammar, phonics, kemampuan membuka kamus, kemampuan mendeskripsikan sesuatu, dan kemampuan menulis.

Mengapa kami memilih menggunakan C2GE? Selain karena kami sudah menggunakan Pathway Readers, ada beberapa hal yang menurut kami menjadi kelebihan dari C2GE dan membuat kami memutuskan memilih C2GE. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain:
1. Climbing to Good English sangat ekonomis, dalam artian harganya tidak mahal jika dibandingkan dengan kurikulum lainnya.
2. Instruksi dari setiap pelajaran sangat jelas. Bahkan hal yang penting pasti diberi kotak untuk memastikan kita mengerti kunci dari pelajaran tersebut.
3. Pelajaran menulisnya dirancang sesederhana mungkin saat di level awal. Jadi tanpa disadari anak-anak dilatih untuk membuat tulisan dengan benar dan menarik.
4. Climbing to Good English dapat digunakan secara independen atau mandiri. Karena berbentuk seperti worksheet atau lembar kerja yang dirancang sesuai dengan kemampuan anak, jadinya anak-anak dapat mengerjakan dengan hanya membaca instruksi saja. Memang terkadang akan ada kesalahan saat mereka mengerjakan, tetapi hal ini melatih anak-anak untuk berpikir dan memahami letak kesalahan mereka saat menjawab.
5. Ada buku pegangan buku yang berisi jawaban, yang membantu saya jika saya tidak tahu jawabannya.

Tetapi tentu saja ada beberapa kekurangan dari buku ini, walaupun mungkin bukan hal yang sangat penting. Kekurangan dari C2GE adalah:
1. Sama seperti Pathway Readers, font tulisan di C2GE sangat klasik dan hitam putih. Sedikit membosankan bagi beberapa orang.
2. Ada beberapa gambar yang tidak begitu jelas. Terkadang kakak dan saya harus sedikit 'berdebat' karena kami menafsirkan benda tersebut secara berbeda.
3. Tampilan dari buku pegangan untuk guru kurang meyakinkan dan membuat bingung. Yang menjadi pembeda antara buku ini adalah di sampul depan ada huruf T yang berarti teacher's. Tetapi hal ini bukan yang esensi kalau menurut saya.
Panduan guru dengan huruf T di sampul depan
Dalam penggunaan C2GE, disarankan grade 1 - 3 mengerjakan 5 pelajaran setiap minggunya. Grade 4 - 8 disarankan mengerjakan 3 pelajaran setiap minggunya. 1 pelajaran di buku sama dengan 1 halaman dari buku tersebut. Dengan kata lain, si anak diminta untuk mengerjakan 1 halaman per hari saat grade-nya masih kecil. Karena kakak langsung menggunakan Grade 2, maka kami hanya mengerjakan 4 halaman setiap minggunya. Dengan pertimbangan supaya tidak terlalu cepat majunya.

Di grade 2 ini anak-anak dikenalkan dengam kamus dan cara mengurutkannya. Dalam belajar Bahasa Inggris, tahu phonics berarti si anak tahu 85% mengenai bahasa dan cara membacanya. Untuk yang 15% lagi dapat diketahui saat mereka membuka kamus. Saat ini anak-anak terbiasa menggunakan kamus online. Dengan menggunakan C2GE, mereka belajar untuk mengenal penggunaan kamus secara langsung. Untuk kakak, bagian mengurutkan kata dalam alphabetical order merupakan hal yang paling menyenangkan.

Hal berikutnya yang menjadi kebingungan kami adalah kunci jawaban dual grade untuk grade 5/6 dan 7/8. Ternyata penerbit berusaha membantu orang tua yang mengajar dua grade yang berbeda dalam satu kelas. Dengan mengkombinasikan panduan guru untuk dua grade menjadi satu jilid, si guru menghemat waktu belajar yang ada. Kedua grade (5 dan 6 serta 7 dan 8) sama-sama mengajarkan konsep yang sama pada waktu yang bersamaan. Tetapi grade 6 dan 8 secara umum lebih susah daripada grade 5 dan 7. Hal ini sama seperti sistem spiral, makin tinggi tingkatannya, semakin dalam yang dipelajarinya. 

Bagaimana dengan mama-mama yang kurang jago dalam hal grammar, phonics, dan menulis? Jangan kuatir. Selama kita mau membuka pikiran kita dan selama kita mau belajar, kita pasti dapat memahami materi-materi tersebut. Bahkan bisa jadi kita juga jadi belajar bersama anak. Percaya deh, selesai mengajarkan hal-hal uni kepada anak, kita jadi piawai dalam materi ini :)

Buku ini dapat dicari secara online di http://www.joycenter.on.ca/cge1.htm

Selasa, 18 Juli 2017

Craft: Marshmallow Mouth


Bulan lalu kami membahas tema karakter self control atau pengendalian diri. Pengendalian diri didefinisikan sebagai ketaatan seketika terhadap tanda awal yang diberikan oleh Roh Kudus. Bahkan di Alkitab dikatakan orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya seperti kota yang rubuh dan tanpa tembok. Dapat dibayangkan jika suatu kota tidak mempunyai tembok, berarti kota tersebut mudah diserang musuh dan dikuasai oleh musuh (itulah alasannya China membangun Great Wall, untuk melindungi negara dari serangan musuh).

Bahasa isyarat mengenai pengendalian diri pun mengggambarkan bahwa sesuatu yang mau dikeluarkan, tetapi ditarik kembali. Saya mencoba menjelaskan bahwa saat kita hendak marah, tetapi karena kita mau taat kepada Tuhan, maka kita tarik kembali marahnya. Tentunya menerangkan mengenai pengendalian diri akan lebih mudah daripada mengaplikasikannya. Dan saat menerangkan kepada anak-anak, kami sebagai orang tua yang terlebih dahulu dikoreksi oleh Tuhan. Maklum, kadang sebagai orang tua, kami suka khilaf.

Salah satu aktivitas yang diberikan dari tema karakter tersebut adalah membuat Marshmallow Mouth atau Mulut Marshmallow. Kebetulan kami masih mempunyai marshmallow. Bahan-bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut.
1. Piring untuk alas, kami menggunakan piring plastik
2. Mini marshmallow warna putih
3. Kertas warna merah muda
Bahan-bahan yang dipakai
Adapun langkah-langkahnya adalah:
1. Buatlah bentuk hati dan lidah di atas kertas merah muda dan guntinglah bentuk tersebut.
2. Diatas hati, tuliskanlah a heart for Jesus. Diatas lidah, tuliskanlah a tongue for Jesus.
3. Letakkan hari dan lidah di tengah-tengah piring.
4. Susunlah mini marshmallow putih mengelilingi hati dan lidah tersebut, seperti gigi yang ada dalam mulut kita. 

Apa sih maknanya? Salah satu cara kita mengendalikan diri adalah dengan mengendalikan mulut kita dan juga perkataan kita. Dari hati yang baik akan keluar perbendaharaan yang baik. Oleh sebab itu, kita menuliskan kata-kata tersebut diatas hati dan lidah. Marshmallow tersebut akan disusun seperti gigi kita. 

Kenapa menggunakan marshmallow? Alasan gampangnya karena sumber aktivitasnya dari luar negeri dan marshmallow gampang dicari di luar negeri. Hehehe. Tetapi memang mini marshmallow putih ini akan berbentuk seperti gigi saat disusun. Dan pemilihan marshmallow memang ada tujuannya. Marshmallow yang empuk dan manis ini begitu mudah masuk ke dalam mulut anak kecil. Sambil meletakkan marshmallow tersebut, anak-anak dilatih untuk mengendalikan diri mereka untuk tidak memakan marshmallow tersebut. Bagi anak kecil, mengendalikan diri mereka untuk tidak makan sesuatu yang mereka suka adalah hal yang cukup menantang. Bagi Duo Lynns, marshmallow adalah makanan yang wah, karena jarang sekali mereka makan. Jadi mereka belajar mengendalikan diri mereka untuk tidak makan saat membuat.

Selesai menyusun ini semua, saya menjelaskan bahwa mulut ini merupakan pengingat bahwa kita tidak dapat mengendalikan lidah dan pikiran kita. Tetapi jika kita memberikan hati dan pikiran kita kepada Yesus dan mengizinkan Ia mengubah pikiran dan motivasi hati kita, maka kita akan mengatakan kata-kata yang benar dan kita akan mengasihi sesama kita. 

Di akhir kegiatan, saya memuji pengendalian diri anak-anak untuk tidak memakan marshmallow tersebut saat aktivitas berlangsung. Dan mereka boleh memakan marshmallow tersebut di akhir minggu nanti, dan boleh berbagi dengan saudara-saudara mereka. 
He that hath no rule over his own spirit is a like a city that is broken down, and without walls~ Proverbs 25:28

Jumat, 14 Juli 2017

Review Pathway Readers


Memahami suatu cerita dalam bahasa Inggris dapat menjadi hal yang susah bagi beberapa orang. Mengapa? Alih-alih dalam bahasa Inggris, menjawab pertanyaan mengenai bacaan dalam bahasa Indonesia saja sudah membuat kita pusing. Apalagi menjawab dalam bahasa orang lain. Itu sebabnya saat kami harus memilih kurikulum untuk pelajaran bahasa Inggris, kami cukup berpikir panjang dan lebar, berbeda jika dibandingkan saat kami mengambil kurikulum untuk matematika ataupun science. Setelah berkunjung ke keluarga homeschool lainnya dan melihat beberapa buku pelajaran bahasa Inggirs, dari yang children friendly dan colorful sampai ke yang hitam putih, serta membaca review dari penerbit, maka kami memilih untuk menggunakan Pathway Readers

Pathway readers merupakan buku yang ditulis untuk anak-anak Amish di sekolah Amish. Amish sendiri merupakan salah satu komunitas di Amerika yang menarik diri dari dunia luar. Mereka berpenampilan tertutup dan sebagian dari mereka masih menggunakan kereta kuda. Di Pennsylvania komunitas ini lumayan banyak dan kelompok ini terkenal memegang teguh nilai-nilai mereka. Program Pathway Readers menggunakan pendekatan tradisional untuk mengajarkan phonics dengan menggunakan workbook dan bacaan. Walaupun ditulis untuk anak-anak Amish, Pathway Readers tidak mempromosikan doktrin Amish. Bacaan mereka juga bagus untuk dibaca oleh kita, yang bukan kaum Amish, yang mencari literatur berbasis nilai-nilai yang biblikal.

Secara garis besar, Pathway Readers dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian:
1. Pre-School/Grade 1: menggunakan workbook "Learning Through Sounds" yang mengajarkan phonics, warna, kemampuan mencocokkan, dan kemampuan kesiapan membaca.
Learning through Sounds Grade 2
2. Grade 1 - 3: di bagian ini anak-anak diperkenalkan dengan bacaan dan kemampuan mereka untuk memahami bacaan mulai dibangun. Cerita yang ada menceritakan tentang kehidupan keluarga petani di komunitas Amish. Cerita yang disampaikan cukup menarik dan mudah dipahami. Di grade-grade ini anak juga diperlengkapi dengan phonics, vocabulary, dan reading comprehension melalui workbook mereka. Awalnya mungkin anak harus sering didampingi, tetapi seiring dengan kemampuan membaca mereka yang meningkat, disarankan anak-anak untuk belajar secara mandiri. Tentu saja sebagai pengajar kita harus memastikan bahwa anak menangkap inti-inti yang penting dari cerita tersebut. 
3. Grade 4 - 8: di bagian ini anak-anak diperkenalkan dengan puisi dan literatur klasik. Workbook pun tetap ada dan anak-anak diminta untuk memahami puisi yang ada.

Judul buku-buku bacaan dalam Pathway Readers adalah sebagai berikut.
Grade 1 (2 buku): Days Go By dan More Days Go By
Grade 2 (3 buku): Busy Times, More Busy Times, dan Climbing Higher
Grade 3 (2 buku): New Friends dan More New Friends
Grade 4: Building Our Lives
Grade 5: Living Together
Grade 6: Step by Step
Grade 7: Seeking True Values
Grade 8: Our Heritage

Jika dilihat, buku yang ada hanya sampai grade 8 dan memang Pathway Readers menyediakan buku-buku untuk 8 tingkat pendidikan. Mengapa hanya sampai grade 8? Karena kaum Amish hanya sekolah sampai grade 8, setelah itu mereka dipersiapkan untuk berkarya di dunia nyata. Walaupun demikian, materi yang disampaikan sama dengan materi SMA di kurikulum lainnya. Dan karena kami menggunakan CCC, maka kami dapat langsung lompat menggunakan grade 2. Namun kami tetap menggunakan Learning Through Sounds sebagai masa transisi dari CCC ke Pathway Readers. Sedangkan untuk mendapatkan satu paket pembelajaran Language Art, penggunaan Pathway Readers dapat diperlengkapi dengan Climbing to Good English (review-nya akan segera ada) sebagai kurikulum untuk grammar-nya. 


Kenapa kami memilih Pathway Readers? Ada beberapa alasan yang menurut saya merupakan kelebihan dari Pathway Readers ini.
- Setiap cerita, puisi, dan pilihan bacaan mendorong anak-anak untuk memiliki karakter Ilahi dan nilai-nilai moral yang baik dengan penyampaian yang sederhana melalui kegiatan-kegiatan sehari-hari di rumah.
- Pendekatan yang kuat terhadap phonics pada saat tingkat awal. 
Pathway Readers memperkenalkan banyak kosa kata baru kepada anak-anak dan pelajaran vocabulary building
- Setiap pertanyaan yang ada di setiap bacaan membantu anak membangun kemampuan reading comprehension mereka.
- Ada kunci jawaban yang membantu orang tua memahami materi ini dan juga inti value yang harus ditangkap oleh anak-anak saat mereka selesai membaca cerita yang ada.
- Harga buku yang relatif murah dan lembar kerja yang hitam putih sehingga dapat difotokopi.

Di antara semua kelebihan tersebut, buku ini juga mempunyai kekurangan, yang menurut saya bukan faktor utama. Buku ini sangat klasik. Bukan hanya ceritanya, tetapi buku ini menggunakan font yang cukup membosankan bagi beberapa orang, walaupun font-nya tidak membuat mata lelah saat membaca. Belum lagi tidak seperti buku anak-anak yang penuh gambar dan berwarna, gambar hanya diberikan sebagai ilustrasi. Jadi dalam satu cerita, paling hanya ada satu atau dua gambar hitam putih. Kebayang dong kenapa buku ini sangat klasik :D

Walaupun demikian, saat kakak melihat buku ini, kakak langsung duduk manis saat melihat buku ini. Saat itu usia kakak sekitar 4 tahun, yang biasanya anak usia segitu kan mencari buku bergambar. Kakak dengan tenang membalik setiap halaman dan hal ini membuat kami berpikir jika anaknya suka, saya sebagai ibunya akan mencoba menyukai buku ini juga. Dan ternyata saya semakin hari semakin menyukai buku ini. Penyampaian cerita karakter dalam kisah yang mudah dimengerti oleh anak-anak ini dan hal ini membantu saya untuk menunjukkan kepada anak-anak bagaimana membangun karakter mereka.

Buku ini dapat dicari secara online atau juga langsung ke website www.pathwayreaders.com


Rabu, 05 Juli 2017

Cooking: Pizza Time with Chef Papa :)


Pizza adalah salah satu makanan favorit kami sekeluarga. Bahkan karena kami suka sekali makan pizza, saat kami berkunjung ke tempat tantenya Duo Lynns, kami selalu diajak mengunjungi all you can eat pizza sehingga kami dapat makan pizza sepuasnya. Menarik bukan? Andai di sini juga ada, pasti akan banyak penggemarnya. 

Saat di rumah pun, biasanya kami membeli pizza base lalu menaruh topping yang kami inginkan dan memanggangnya. Lama-lama si papa penasaran untuk membuat adonan sendiri. Rencananya adalah membuat pizza bersama-sama anak-anak. Tapi apa daya karena kesibukan papa, maka berbulan-bulan rencana ini batal. Akhirnya rencana ini berhasil dieksekusi pada liburan ini.

Membuat adonan pizza ternyata tidak begitu susah, tetapi membutuhkan kesabaran untuk menunggu adonannya mengembang. Duo Lynns tidak sabar karena mereka pengen segera me-roll adonan tersebut seperti mainan mereka. Tetapi ini menjadi kesempatan kami untuk mengajarkan mereka tentang sabar. Kalau kita tidak sabar, maka adonannya tidak akan mengembang dengan sempurna. Dan jika tidak mengembang dengan sempurna, hasilnya belum tentu bagus.
Adonan yang mulai mengembang.
Sambil menunggu, papa menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan, sesuai dengan isi kulkas. Untuk anak-anak, isinya hanya tomato paste, keju mozarela, sosis, dan zaitun. Sedangkan untuk kami, saya memilih memberikan gojujang sebagai pengganti tomato paste dan menggunakan kimchi dan keju mozzarella sebagai topping. Dan untuk memudahkan proses pembersihan, kami melapisi bagian meja yang akan digunakan dengan plastik tipis atau cling wrap.
Bahan-bahan yang akan digunakan sebagai topping.
Adonan yang sudah dibagi 3. 
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pertama anak-anak diminta untuk me-roll adonannya dengan rolling pin atau penggiling adonan. Me-rolling ini pun ada seninya. Setelah adonan menjadi lebih lebar dan tipis, adonan tersebut dipindahkan ke atas baking paper supaya mudah diangkat. Langkah berikutnya adalah memberikan tomato paste ke atasnya hingga rata. Setelah itu anak-anak boleh memberikan topping ke atasnya.
Roll on the dough....
Pizza yang sudah siap untuk dipanggang
Urusan berikutnya adalah memanggang. Untuk memanggang, hanya papa yang mengerjakannya sementara kami membereskan meja. Lamanya pemanggangan kurang lebih 15 menit. Sambil menunggu, kami membereskan meja dan setelah itu Duo Lynns mandi. Saat mereka turun, pizza mereka sudah siap untuk dimakan. Cepat sekali bukan?

Pada aktivitas kali ini saya hanya menjadi juru foto. Mengapa? Karena judulnya adalah cooking time with Chef Papa. Bagi kami ini merupakan salah satu cara anak mempunyai quality time bersama ayah mereka. Tentu saja namanya bapak-bapak terkadang kurang sabar, tetapi anak-anak tetap tahu bahwa quality time bersama ayahnya adalah sesuatu yang berharga dan akan selalu diingat oleh anak-anak.
Pizza kakak
Apakah pizzanya enak? Bagi kami tentu saja enak karena dibuat dengan cinta. Lain kali topping-nya dapat ditambah nih :)
Kimchi Pizza yummy....