Kamis, 18 Agustus 2016

Perlukah Anak-anak Belajar Cursive atau Huruf Tegak Bersambung?

Dimulai dari kakak yang Februari kemarin menggunakan materi CCC dan menggunakan workbook Phonics C3 yang ada latihan cursive atau menulis halus. Buntutnya tulisan biasa kakak yang termasuk rapi untuk anak seumurnya mulai agak miring-miring kalau habis latihan cursive. Menulis halus di CCC ternyata berbeda dengan menulis halus yang selama ini kita pelajari loh. Kalau kita kan mengenalnya huruf tegak bersambung, sedangkan cursive ini lebih berseni. Karena lebih berseni, untuk membacanya juga membutuhkan daya imajinasi yang tinggi. Si papa sampai heran saat melihat contoh cursive yang dibuat kakak dan yang ada di buku Fun Thinker. Sampai-sampai si papa berpikir apa diajari yang gampang saja ya. Hal ini membuat saya jadi berpikir, kalau kita saja sekarang tidak pernah menulis bersambung, kenapa waktu kecil kita harus belajar ya. Bahkan guru-guru kita dulu tidak menjelaskan kenapa sih kita perlu belajar ini (salah kaprah di bidang pendidikan yang terkadang tidak dapat menjelaskan alasan kenapa kita belajar ini dan itu).
Cursive yang dipelajari kakak. Sumber foto: rainbowresource.com
Saya ingat, waktu saya SD tulisan halus saya awalnya jauh dari bagus (saya termasuk anak malas dulu, jadi malas latihan menulis halus). Karena ada teman sebangku yang nulisnya bagus, jadinya terinspirasi untuk menulis yang bagus sampai akhirnya tulisan halus saya selalu mendapat nilai 100. Tetapi sekarang kan tidak pernah dipakai. Apa gunanya kalau begitu. Tetapi di satu sisi, saya yakin tidak mungkin dimasukkan ke dalam pelajaran jika tidak ada gunanya, apalagi orang luar kan modelnya tidak sembarangan memasukkan materi tanpa ada alasan. Akhirnya googling sana, googling sini, ternyata bukan hanya saya yang bingung kenapa anak-anak zaman sekarang harus belajar cursive. Bahkan di beberapa state di Amerika, cursive bukan hal yang harus dipelajari. Menarik juga jadinya. Namun saya mendapatkan beberapa alasan mengapa cursive atau tulisan bersambung ini penting untuk dipelajari.
Huruf Tegak bersambung. Sumber foto: slideshare.net
1. Signature atau tanda tangan membutuhkan tulisan sambung atau cursive.
Saat saya SD dan belajar tanda tangan, disarankan membuat tanda tangan itu harus jelas namanya bukan cuma asal coret-coret saja. Contohnya tanda tangan Bapak Soekarno dan Bapak Moh. Hatta di teks proklamasi. Jelas kan nama beliau. Itulah sebabnya tanda tangan kebanyakan dari cursive. Berdasarkan prinsip ini, maka waktu pelajaran membuat tanda tangan, nilai saya bagus (hanya karena ada cursive-nya). Intinya adalah cursive digunakan dalam membuat tanda tangan.

2. Hampir semua dokumen sejarah ditulis dalam tulisan sambung.
Karena orang-orang zaman dulu terbiasa menulis sambung, maka banyak dokumen zaman dulu yang ditulis dengan tulis sambung. Contohnya teks proklamasi bangsa kita. Kalau anak-anak bisa membacanya kan akan jauh lebih baik. Buat saya yang penggemar sejarah, tentu saja penting bagi anak-anak untuk mengetahui sejarah bangsanya dan juga sejarah bangsa lain. Kenapa? Karena saat kita dapat mengenal sejarah, kita akan lebih menghargai apa yang kita miliki sekarang dan berusaha untuk tidak jatuh ke dalam lubang yang sama (puitis kan). Selain itu, saat membawa anak-anak ke museum pun jadi menyenangkan karena anak-anak tahu apa yang ditulis di dokumen-dokumen bersejarah tersebut.

3.Cursive baik untuk melatih otak kita.
Suatu riset mengatakan bahwa menulis dengan huruf cetak dan menulis dengan mengaktivasi otak kita di bagian-bagian yang berbeda. Menulis cursive itu melatih kemampuan motorik halus anak-anak. Menulis dengan tulisan tangan secara umum membantu anak-anak menyimpan informasi lebih banyak dan membangkitkan ide-ide yang ada dalam anak tersebut. Bahkan hasil riset juga menunjukkan bahwa dibandingkan anak-anak yang tidak belajar menulis halus, anak-anak yang belajar menulis sambung mempunyai nilai lebih baik dalam test membaca dan mengeja. Mungkin hal ini terjadi karena menulis cursive memaksa penulis untuk berpikir bahwa kata-kata adalah satu bagian, bukan cuma bagian huruf tertentu.

4. Cursive dapat digunakan untuk terapi.
Beberapa orang yang terkena cedera otak kehilangan kemampuan mereka untuk menulis dan memahami tulisan, tetapi kemampuan mereka untuk memahami cursive tetap ada. Saya teringat (almh) tantenya suami ada yang terkena stroke. Dia lupa semuanya, saudaranya, dan kejadian apapun. Ngomong pun agak susah. Terapi yang dilakukan adalah menulis halus. Perlahan dia jadi ingat saudaranya, beberapa kejadian, dan ngomong jadi lebih jelas.

5. Cursive membantu anak-anak yang terkena learning disabilities.
Tidak banyak yang tahu bahwa ada anak-anak tertentu yang susah untuk membaca, bukan karena dia bodoh tetapi karena anak-anak tersebut mengalami ketidakmampuan belajar yang disebut diseleksia. Diseleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca tulis pada anak-anak. Anak-anak yang mengalami diseleksia seakan melihat huruf berputar dan berbentuk lain. Akibatnya anak-anak ini mengalami keterlambatan pada baca tulis. Dengan cursive, anak-anak ini menjadi lebih mudah dalam membentuk kata karena semua huruf dalam cursive dimulai pada garis dasar, dan pensil bergerak dengan halus dari kiri ke kanan.

6. Tulisan cursive lebih artistik dan menarik untuk dilihat.
Jika seseorang dapat menulis cursive dengan rapi, maka pastilah hal itu menarik untuk dilihat daripada tulisan biasa saja. Ada nilai seni dalam tulisan tersebut. Saya pribadi waktu kecil jadi tertarik untuk menulis halus atau tegak bersambung karena melihat tulisan teman saya yang indah.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka saya mengambil kesimpulan tidak ada salahnya anak-anak belajar menulis halus terlebih dahulu baru belajar menulis tegak bersambung. Lebih berseni memang. Walaupun ada anggapan toh nanti kerja tidak dipakai. Tetapi saya adalah penganut paham tidak ada ruginya mempelajari sesuatu. Mungkin tidak terlihat langsung saat dipakai, tapi suatu saat pasti berguna. Dan berhubung si kakak lagi hobi menulis segala sesuatu dalam cursive, maka mamanya juga harus mempelajari huruf-huruf cantik yang berbeda lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar