Sabtu, 21 April 2018

Penerapan Karakter dalam Keluarga


Artikel ini masih lanjutan artikel sebelumnya. Walaupun pertemuan yang dijadwalkan hanya dua kali, namun karena banyak yang belum sempat ikut di pertemuan pertama dan kedua, maka di bulan Maret kemarin diadakan kembali pertemuan tambahan. Dan ajaibnya, pertemuan yang sebetulnya tidak direncanakan ini malah dihadiri oleh orang yang jauh lebih banyak dari sebelumnya =D

Di pertemuan kali, selain membahas secara singkat isi pertemuan-pertemuan sebelumnya karena banyak yang belum mengikuti pertemuan sebelumnya, keluarga Hartono membagikan cara mengaplikasikan karakter di dalam keluarga. Karena karakter bukan sekedar pengetahuan, maka dalam pelaksanaannya pun jangan sampai menjadi ajang untuk menghakimi anak ataupun orang lain. 

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam mengaplikasikan karakter, salah satunya sebagai kurikulum dalam kegiatan pembelajaran. Baik sekolah di sekolah umum maupun home edukasi, hal ini dapat dijalankan oleh keluarga.

1. Selalu dimulai dari orang tua
Orangtua adalah guru pertama yang dimiliki oleh si anak. Dari mulai si anak di dalam kandungan, sosok yang mereka kenal pertama kali adalah orang tuanya. Saat mereka lahir, setiap hari mereka bertemu orang tuanya. Guru berarti digugu dan ditiru. Dengan kata lain, mereka akan meniru apapun yang kita lakukan. Dengan demikian, jika ingin mengajarkan tentang karakter, hal itu harus dimulai dari kita. Kita adalah contoh nyata yang dapat selalu dilihat anak.

2. Menghafal definisi
Salah satu point dalam pengembangan karakter pada anak adalah menekankan karakter, yang dilakukan dengan pendefinisian suatu karakter. Definisi ini penting. Bagaimana kita dapat mengaplikasikan jika kita tidak memahami arti dari karakter tersebut. Definisi yang diberikan tidak hanya memberi pengertian, tetapi juga arti sebenarnya dalam situasi tersebut. Dan saat menjelaskan definisi,  ingatkan anak ada hal-hal yang perlu diseimbangkan. Misalkan saat membahas tentang ketaatan, ingatkan anak untuk taat kepada orang-orang yang memang mempunyai otoritas terhadap dia.

3. Bagikan penerapan praktis
Misal kita berbicara tentang penuh perhatian atau attentiveness. Definisinya adalah berkonsentrasi pada orang atau tugas yang dikerjakan. Mungkin anak sudah mengetahui definisi penuh perhatian. Namun mereka masih bingung bagaimana melakukannya. Penerapan praktis merupakan salah satu hal yang dapat membuat anak melakukan dan bersikap sesuai kualitas karakter yang ingin dicapai. "Saya akan" merupakan komitmen yang akan membantu anak-anak melakukan kualitas karakter tersebut. "Saya akan" merupakan obyektif lain dari tingkah laku yang membantu mengukur karakter seorang anak.

Seperti contoh karakter penuh perhatian. Penerapan praktis dari karakter ini adalah:
- saya akan melihat kepada orang yang berbicara dengan saya.
- saya akan bertanya jika saya tidak mengerti.
- saya akan duduk atau berdiri dengan tegak.
- saya akan fokus pada tugas yang ada.
dan sebagainya

Penerapan praktis diatas membantu anak untuk melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh mereka. Dan fokuslah pada satu kualitas karakter yang ingin dicapai. Akan susah bagi si anak untuk mencapai semuanya secara bersamaan. Dan tentunya akan berat bagi kita sebagai orang tua untuk tidak menjadi emosi pusing jika menginginkan semua berjalan bersama. Kalau kata kakak saya, pick your own battle.

4. Gunakan ilustrasi hidup
Ilustrasi hidup membantu anak memahami karakter yang mereka pelajari. Ilustrasi hidup ini dapat dilakukan melalui tokoh, alam, ataupun binatang. Dan bagi anak-anak, kisah yang berhubungan akan mudah menolong mereka untuk memahami karakter tersebut. 

5. Transfer melalui aktifitas
Hampir semua anak kecil menyukai aktifitas. Dengan karakter menjadi tulang punggung setiap aktifitas, maka anak pun dapat melakukannya dengan sukacita. Aktifitas yang ada dapat disesuaikan dengan usia mereka. Aktifitas pun dapat berbentuk craft ataupun science

6. Mendorong dengan pujian
Setelah mengajar para murid apa yang harus dilakukan, pujilah mereka saat mereka melakukannya. Pujian yang diberikan kepada anak akan membuat anak melakukan hal yang baik. Mengapa? Karena apa yang kita fokuskan itu yang kita dapatkan.

Seringkali orang berkata kalau anak suka dipuji nanti jadi besar kepala. Nah, yang menjadi kunci adalah pujilah karakter dan bukan keberhasilan. Kita memuji motivasi dibalik pekerjaannya. Kita melihat proses yang mereka lakukan, bukan hanya hasil yang dicapai. Misalkan si anak mengerjakan suatu pekerjaan. Pujilah anak karena kerajinan yang mereka lakukan, bukan karena mereka pintar.
Pujilah karakter dan latihlah keterampilan.
Gambar diatas adalah hasil pekerjaan berhitung yang dilakukan adik. Bagi adik, untuk duduk manis dan mengerjakan lembar pekerjaannya merupakan suatu usaha berat. Untuk menjaga kertas tetap rapi, tanpa ada gambar-gambar tambahan (mamanya dan kakaknya pun juga suka menggambar di kertas) pun juga merupakan suatu usaha berat. Walau adik membuat angka yang begitu artistik, padahal adik tidak begitu suka dengan hal yang artisitik, namun saat kami melihat kertas ini, kami tetap berkata "Terima kasih untuk membuat worksheet dengan rapi. Terima kasih karena adik mengerjakan dengan rajin dan penuh perhatian. Terima kasih karena sudah mengendalikan diri untuk tidak mencoret-coret kertas ini." Hal ini membuat ia tersenyum dan berbunga-bunga. Perkara kerjaannya ada yang salah atau tidak, itu nomor dua. Karena kami berusaha untuk memuji karakter mereka. Setelah itu baru melatih keterampilan.

Seringkali kita mencampuradukkan antara keterampilan dengan karakter. Point pentingnya adalah pujilah karakter dan latih keterampilan. Hargailah kualitas karakter yang ingin dicapai mereka walaupun jika kita melihat secara kognitif, keterampilan mereka belum tercapai. Ingatlah bahwa setiap anak istimewa, sehingga saat si anak tidak dapat melakukan sesuatu, jangan membuat anak merasa tertuduh.


Monthly Meeting: Character 101


Memasuki tahun 2018, komunitas kami mengambil tema karakter sebagai tema bulanan. Untuk mempersiapkan kami memahami tentang karakter, maka pertemuan gabungan di bulan Januari dan Februari dikhususkan untuk membahas mengenai karakter dan serba-serbi mengenai karakter. Adapun pembicaranya adalah salah satu keluarga homeschooling yang memang berkecimpung dengan Character First Indonesia, keluarga Hartono.

Artikel ini dibuat sebagai ringkasan apa yang kami dapatkan saat seminar karakter dan isi pikiran kami yang ternyata masih berhubungan dengan seminar karakter tersebut. Dan karena banyak teman-teman yang tidak mengikuti seminar ini, namun datang di pertemuan selanjutnya, maka supaya ada sedikit gambaran. Tentunya akan jauh lebih enak mendengarkan langsung dari dan bertanya langsung kepada sumbernya.  

Dalam kehidupan sehari-hari, karakter seringkali disamakan dengan watak atau sifat ataupun kepribadian. Namun karakter sebetulnya lebih dari sekedar hal-hal tersebut. Karakter merupakan sesuatu yang penting, karena karakter menunjukkan siapa kita sebenarnya. Seringkali kita menjumpai orang-orang yang mempunyai banyak teori namun tindakan mereka berlawanan dengan teori mereka. Karakterlah yang menentukan sikap, perkataan, dan tindakan seseorang. Yang berarti setiap keputusan yang diambil ditentukan oleh karakter mereka. Hampir setiap masalah dan kesuksesan yang dicapai berakar pada karakter.

Bagaimana cara mengembangkan karakter pada anak-anak? Ada tiga hal yang berhubungan dengan pengembangan karakter, yaitu menekankan karakter, menuntut karakter, dan menghargai karakter. Menekankan karakter berarti membuat karakter tersebut dimengerti oleh si anak. Cara untuk membuat anak mengerti adalah dengan mendefinisikan setiap kualitas karakter sehingga dimengerti oleh anak tersebut. Dalam membuat anak mengerti, diperlukan adanya ilustrasi dan penerapan praktis.

Hal yang kedua adalah menuntut karakter. Menuntut di sini bukan berarti kita menuntut anak untuk bersikap baik, tetapi lebih kepada mengaplikasikan dari pengertian yang didapat. Kita, yang artinya anak dan orang tua, diharapkan menjadi teladan karakter dalam setiap tingkatan. Tentunya saat mengaplikasikannya, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saat terjadi hal yang tidak sesuai, kita hendaknya mengkoreksi sikap yang salah. 

Hal yang ketiga adalah menghargai karakter. Setiap kualitas karakter yang ditunjukkan oleh si anak patut untuk mendapatkan pujian walau mungkin hasil dari pekerjaannya belum tentu sesuai dengan keinginan kita. Saat kita menghargai karakter anak, kita memuji karakter lebih dari keberhasilan. Dan ada kalanya karakter yang baik dipuji secara publik, sebagai bentuk apresiasi kita kepada si anak. 

Saya jadi teringat saat kakak mendapat misi dari kelas Sunday School untuk membuat satu kebaikan setiap hari. Saat malam hari, kakak berkata, "Ma, hari ini kakak kan tadi cuci piring. Berarti kakak sudah melakukan satu kebaikan." Mungkin kakak di kelasnya memberikan contoh ini kepada mereka. Mencuci piring memang hal yang biasa dilakukan Duo Lynns, bahkan biasanya mereka rebutan untuk mencuci piring orang lain juga. Jadi memang mencuci piring bukanlah suatu hal yang luar biasa di rumah kami. Oleh karena itu, ayah yang mendengar dari ruang tamu langsung menjawab bahwa itu memang hal yang sudah biasa dia lakukan dan memang wajar dilakukan oleh kita semua. Padahal hal ini dapat dianggap sebagai suatu kebaikan yang dapat dilakukan oleh anak-anak.

Seringkali kita, termasuk saya, lebih mudah menangkap hal yang salah dibanding hal yang baik yang dilakukan anak. Kita lebih cepat bereaksi terhadap suatu kesalahan yang mereka lakukan. Dan jika mereka melakukan yang baik, kita merasa itu adalah suatu keharusan. Oleh sebab itu, memuji perbuatan baik yang dilakukan anak juga merupakan hal yang penting dalam mengembangkan karakter. Anak merasa usahanya dihargai. Jangan sampai kita bereaksi terhadap kesalahan, tetapi tidak memuji kebaikan yang mereka lakukan.

Selain mengenai pujian, kami juga mendapatkan beberapa hal mengenai koreksi. Karena pada dasarnya manusia lebih mudah menemukan kesalahan, apalagi kalau kerjaannya berhubungan dengan mencari bug atau kutu, maka jika anak berulah kita akan lebih mudah bereaksi. Sebetulnya sih wajar agar anak tidak mengulangi kesalahan yang ada. Yang menjadi tidak wajar adalah cara kita bereaksi terhadi kesalahan mereka dan juga cara kita mengkoreksi kesalahan mereka. Oleh sebab itu, cara kita mengkoreksi suatu karakter pun harus dilakukan dengan cara yang berkarakter.

Saat kita mengkoreksi, kata-kata yang negatif haruslah dieliminasi. Kita harus bersikap tegas. Tegas tidak sama dengan kasar dan tegas tidak sama dengan berteriak (walau kalau emosi biasanya nada akan naik satu oktaf dengan sendirinya). Kita harus mampu mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Saat kita bertindak dengan kemarahan, anak akan bereaksi dan hal ini akan memperlama proses koreksi.

Sebelum melakukan pengkoreksian, kita sebagai orang tua wajib menggali informasi atas apa yang si anak lakukan. Karena bisa saja pelanggaran dilakukan secara tidak sengaja. Jika memang tidak disengaja, maka kita dapat mengingatkan si anak agar tidak mengulanginya lagi. Cara bertanya pun tidak sekedar bertanya. Lebih dari sekedar menanyakan apa yang terjadi, tanyakan kepada si anak apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukan hal tersebut. Dengan demikian si anak akan menyadari dan menilai sendiri apakah tindakan yang dilakukannya pantas atau tidak. Harapannya adalah si anak bukan hanya menyesal setelah melakukan pelanggaran tetapi melakukan perubahan hati.  

Salah satu tugas kita sebagai orang tua adalah memberi tahu si anak bahwa ada akibat untuk setiap perbuatan yang mereka lakukan, termasuk atas setiap pelanggaran yang mereka lakukan. Sehingga setelah si anak menyadari kesalahan, baik disengaja atau tidak disengaja, ajaklah si anak untuk meminta maaf. Bukan sekedar berkata "Maaf ya", tetapi ajaklah anak meminta maaf atas kesalahan mereka seperti berkata "Maafkan saya karena merusak mainan kamu". Dengan demikian, si anak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan salah, bukan sekedar dipaksa meminta maaf. Saat mereka meminta maaf, mereka belajar untuk bertanggung jawab, merendahkan diri mereka dan memulihkan hubungan dengan orang lain. 

Selain itu, pengkoreksian hendaknya dilakukan pada hari kita mendengarnya dan dilakukan secara pribadi. Jika pelanggaran mereka tidak segera dikoreksi, apalagi sampai berhari-hari, anak akan menganggap pelanggarannya adalah hal yang wajar. Segeralah menangani pelanggaran tersebut, tetapi jangan melakukannya di depan umum. Jika sedang di tempat umum, sebaiknya ajak anak ke pojokan dan ajaklah anak berbicara. Walaupun mungkin kita belum tahu tindakan apa yang akan kita ambil, namun jangan menunda untuk mulai melakukan pengkoreksian.

Apakah tugas kita selesai di situ? Tidak. Sebagai orang tua kita harus memahami perilaku anak kita dan mengobservasi akar sikapnya mereka. Dengan mengobservasi, kita dapat menemukan kualitas karakter apa yang kurang dan membantu anak untuk memperbaiki kekurangan mereka. Dan terkadang kita pun harus melakukan pendisiplinan. Saat melakukan pendisiplinan, pastikan yang kita lakukan bertujuan untuk memperbaiki dan bukan untuk sekedar membuat anak merasa bersalah ataupun sekedar menyatakan kesalahan. 

Bagi kami, sebagai orang tua, apa yang kami lakukan terhadap anak-anak kami bukan bertujuan untuk mengendalikan mereka dan membuat mereka menjadi teratur. Tujuan kami adalah untuk menanamkan prinsip-prinsip kebenaran ke dalam hati mereka. Prinsip-prinsip tersebut yang nantinya akan memimpin seluruh hidup mereka, untuk membentuk karakter mereka menjadi serupa denganNya, dan menjadi wanita dan pria yang mempunyai prinsip, kuat dan cakap untuk menghadapi setiap permasalahan dan tugas yang ada dalam hidup mereka. Kami melatih mereka, bukan mengendalikan. Anak-anak pun memahami saat mereka berbuat baik, bukan untuk nama mereka, tetapi agar orang melihat perbuatan mereka dan memuliakan namaNya. Bukankah pertumbuhan karakter, bukan sekedar sikap baik, merupakan tujuan dari setiap pengajaran di rumah?

Next: Penerapan Karakter dalam Keluarga

Artikel yang berhubungan:

Rabu, 11 April 2018

Experiment: Bermain dengan Magnet


Salah satu materi yang ada dalam buku science yang digunakan oleh anak-anak adalah energi. Di buku dikatakan bahwa energi membuat benda dapat bergerak. Hukum tenaga atau hukum energi ini dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah dengan magnet dan gravitasi.

Nah, jika anak-anak langsung disuruh menghitung berapa besar energi yang digunakan, seperti kita dahulu, maka anak-anak pasti akan merasa bosan. Maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan percobaan.  Kali ini kami mengadakan beberapa percobaan yang mudah dilakukan oleh anak-anak.

1. Gravitasi
Gravitasi adalah gaya tarik dari bumi. Jika ditanya, apakah gravitasi akan membuat dua benda jatuh yang jatuh bersamaan akan menyentuh lantai bersamaan, pasti anak akan menjawab tidak. Untuk mengetahuinya, maka kami mengadakan percobaan berikut.

Bahan-bahan yang diperlukan:
- Penggaris
- Penghapus
- Paper clip

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Mintalah anak meletakkan kedua benda di pinggir meja.
2. Dengan menggunakan penggaris, doronglah kedua benda tersebut bersama-sama.

Kedua benda tersebut akan menyentuh lantai secara bersamaan. Dengan kata lain gaya gravitasi menarik benda secara bersamaan. Untuk percobaan ini, pemilihan benda dan angin juga dapat mempengaruhi kecepatan. Oleh sebab itu, pemilihan bendanya pun harus hati-hati dan diusahakan di ruangan tertutup.
Memancing dengan Magnet 
2. Memancing dengan magnet.
Tujuan eksperimen ini adalah membuat anak melihat bahwa ada yang namanya daerah medan magnet yang dapat membuat benda disekitarnya tertarik kepada magnet tersebut.

Bahan-bahan yang diperlukan:
- Magnet.
- Wadah yang berisi tepung terigu.
- Beberapa benda yang mengandung besi seperti paper clip, peniti, dan sebagainya.

Caranya mudah sekali. Saya memasukkan paper clip tersebut ke dalam wadah yang berisi tepung. Kemudian anak-anak bergantian mencoba menarik clip tersebut. Pertama-tama dari jarak yang jauh, kemudian dari jarak yang dekat. Dari kegiatan ini anak-anak dapat menyimpulkan bahwa semakin dekat jarak antara magnet dengan tepung, semakin mudah paper clip tersebut terpancing. Semakin jauh jarak antara magnet dengan tepung, semakin kecil kemungkinan paper clip tersebut terpancing.
 
3. Merasakan tarikan magnet.
Tujuan dari percobaan ini adalah membuat anak merasakan tarikan magnet terhadap benda yang mereka pegang.

Bahan-bahan yang diperlukan:
- Magnet yang kuat dan magnet yang lemah.
- Beberapa benda yang mengandung besi seperti paper clip, peniti, dan sebagainya.

Mintalah anak untuk memegang benda di tangan kiri dan magnet di tangan kanan. Dengan perlahan mintalah si anak untuk mendekatkan magnet ke benda dan sampai benda tersebut ditarik oleh magnetnya. Lakukan hal yang sama dengan magnet yang satunya. Dari kegiatan ini anak-anak akan menyimpulkan bahwa daya tarik magnet yang satu dengan daya tarik magnet yang lain berbeda. Bahkan dalam percobaan kami, dari magnet yang kami miliki, magnet yang kecil ternyata lebih kuat daripada magnet yang ukurannya lebih besar.
Membuat magnet. 
4. Membuat magnet.
Aktivitas ini menjadi aktivitas yang paling Duo Lynns sukai. Tepatnya mereka norak melihat percobaan ini. Mereka tidak pernah menyangka dengan menggosokkan magnet ke jarum secara satu arah dapat membuat jarum mempunyai daya magnet sementara.

Bahan-bahan yang diperlukan:
- Magnet yang kuat.
- Jarum besar.
- Paper clip.

Mintalah anak untuk menggosokkan magnet ke jarum besar secara searah selama berkali-kali. Setelah itu mintalah anak mencoba untuk menggunakan jarum tersebut untuk menarik paper clip. Paper clip tersebut akan menempel pada jarum, seperti pada magnet.

Anak-anak terlihat antusias saat melakukan percobaan-percobaan diatas. Bahkan adik sampai menangis tidak mau berhenti membuat magnet. Walau belum tahu apakah ke depannya anak-anak ini juga akan antusias menghitung energi secara tertulis, namun percobaan-percobaan yang dilakukan ini membuka wawasan mereka terhadap energi. Harapan mamanya sih semoga nanti saat harus menghitung, mereka lebih bisa daripada mamanya :)

Senin, 02 April 2018

Pekan Science :)

Di awal tahun ini, kami yang berada di daerah Jakarta Pusat dan Bekasi berkumpul di hari biasa. Tujuannya sih sederhana, supaya anak-anak ini dapat berkumpul bersama dan mama-mamanya dapat ber-fellowship. Karena lokasi rumah kami yang jaraknya aduhai, maka acara kumpul bersama ini tidak bisa dilakukan setiap minggu tetapi sesempatnya para anggotanya (maklum, kami pengacara, pengangguran banyak acara). Dimulai dari kelayapan bersama ke Perpustakaan Nasional. Setelah itu kami janjian kembali untuk kumpul bersama untuk mengadakan Science Fair. Science Fair ini kami adakan dua kali, dalam bulan yang berbeda.

Apa saja sih yang dilakukan saat Science Fair? Di Science Fair ini kami mengadakan beberapa percobaan, baik yang berhubungan dengan Biologi, Kimia, dan Fisika. Beratkah bahasannya? Tentu tidak, ketiga hal ini dapat diperkenalkan kepada anak-anak dalam bentuk yang sederhana. Karena pesertanya bervariasi umurnya, maka eksperimen yang dilakukan pun juga tidak terlalu susah. 

1. Mix warna
Percobaan ini bertujuan untuk mengajarkan anak tentang mencampur dua warna dan melihat reaksi yang terjadi setelah dua warna dicampur. Selain itu, kegiatan ini dapat juga digunakan untuk mengenalkan tiga warna primer, yaitu merah, kuning, dan biru dan warna sekunder hasil dari mix warna primer tersebut. Percobaan ini juga termasuk cara sederhana memperkenalkan kimia kepada anak-anak. 

2. Musik dalam botol
Percobaan ini bertujuan untuk menemukan bagaimana cara membuat suara yang berbeda ketinggian. Semakin banyak air yang berada di dalam botol maka suara yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini terjadi karena suara asli dari botol tersebut teredam oleh air.
Musik dalam botol
Bahan-bahan yang diperlukan:
- Minimal 5 botol yang identik.
- Air (lebih menarik jika warna-warni)
- Sendok atau garpu.

Langkah-langkah:
- Letakkan botol-botol tersebut dalam suatu barisan.
- Isilah botol-botol tersebut dengan air. Setiap botol diisi dengan level air yang berbeda.
- Ketuklah botol tersebut dengan menggunakan sendok atau garpu. Amatilah perbedaan suaranya.

3. Waterbeads
Tujuan dari percobaan ini adalah mengamati perubahan bentuk dari keras ke lunak. Untuk anak-anak, melihat perubahan seperti ini pasti sangat menyenangkan. Anak-anak jadi tahu bahwa ada saat air terserap oleh waterbeads yang keras ini, waterbeads akan membesar dan melunak. Sedangkan airnya akan semakin menyusut. Selanjutnya waterbeads ini dapat digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti yang satu ini

4. Sidik jari
Percobaan yang satu ini sangat menyenangkan, bahkan bagi kami para orang dewasa. Dari percobaan ini anak-anak mengetahui bahwa setiap orang mempunyai sidik jari yang berbeda. Dengan kata lain, Tuhan menciptakan setiap orang secara istimewa. 
Basic Fingerprints Patterns
Bahan-bahan yang diperlukan:
- Kertas 
- Pensil 2B
- Isolasi transparan
- Kaca pembesar

Langkah-langkah:
- Coret-coretlah kertas putih dengan menggunakan pensil 2B. Lakukan hingga tebal.
- Mintalah anak menggosokkan jari mereka ke atas pensil tersebut. 
- Tempelkan isolasi transparan ke jari yang sudah terkena bekas pensil tersebut. Tekan isolasi tersebut hingga menempel dengan sempurna. 
- Copot isolasi yang sudah ada bekas pensil tersebut dengan hati-hati dan tempelkan ke atas kertas.
- Ajak anak mengamati sidik jari mereka dengan kaca pembesar, apakah bentuknya loop, arch, atau whorl
Mengamati sidik jari dengan kaca pembesar
5. Magnet 
Aktivitas ini bertujuan untuk memperkenalkan magnet dan sifat magnet. Bagi anak yang sudah besar, pasti hal ini biasa saja. Tetapi bagi anak yang masih berusia 3 tahun, melihat magnet dapat menarik benda dari jarak jauh merupakan penemuan besar. 

Bahan yang diperlukan:
- Magnet yang agak besar
- Benda-benda yang mengandung besi
- Benda-benda lain seperti kertas, kain, plastik, dan pompom.

Langkah-langkah:
- Perkenalkan magnet kepada anak-anak.
- Tempelkan dua magnet. Tunjukkan kepada anak-anak bahwa sisi yang sama akan tolak-menolak dan sisi yang tidak sama akan tarik-menarik. Untuk anak yang lebih besar dapat diperkenalkan bahwa magnet mempunyai dua kutub, yaitu utara dan selatan. 
- Tempelkan magnet ke benda-benda yang mengandung besi dan yang tidak mengandung besi. 
- Ajak anak-anak mengelompokkan benda mana yang dapat menempel pada magnet dan benda mana yang tidak dapat menempel pada magnet. Jelaskan kepada anak-anak bahwa magnet hanya dapat menempel dengan benda-benda yang mengandung besi.

Dari aktivitas ini kami sekaligus mengingatkan kepada anak-anak tentang karakter loyalty. Seperti magnet yang hanya menempel pada benda yang mengandung besi, demikian juga dengan loyalitas. Saat kita diminta loyal, kita harus loyal kepada orang yang mempunyai otoritas atas kita, bukan kepada semua orang.  

6. Perahu kertas
Aktivitas ini merupakan aktivitas terakhir di Science Fair kami. Tujuan aktivitas ini adalah menerangkan konsep mengapung dan tenggelam dan menerangkan bahwa air dan minyak tidak dapat bersatu.

Bahan-bahan yang diperlukan:
-Baskom yang berisi air.
- Kertas
- Crayon
- Benda-benda yang dapat dimasukkan ke dalam air.

Langkah-langkah:
- Ajaklah anak-anak memasukkan berbagai benda ke dalam air.
- Amati apa yang terjadi. Terangkan anak-anak tentang mengapung dan tenggelam.
- Ajaklah anak-anak untuk membuat origami perahu dari kertas yang ada.
- Setelah perahu tersebut jadi, mintalah anak-anak mewarnai bagian luar perahu tersebut dengan crayon.
- Letakkan perahu tersebut diatas air dan amati yang terjadi. Karena crayon mengandung minyak, maka crayon tersebut berfungsi melapisi perahu tersebut. Sehingga saat diletakkan diatas air, perahu ini akan mengambang. 
- Jelaskan kepada anak bahwa minyak dan air tidak dapat menyatu. Oleh sebab itu jika tangan kita berminyak, tangan kita tidak akan bersih jika kita hanya mencuci dengan air (harus dengan sabun). 
Perahu kertas yang mengambang, sebelum terkena badai =D
Dari percobaan yang kami lakukan sebanyak dua kali, secara tidak langsung anak-anak belajar science dengan cara sederhana dan menyenangkan. Mereka belajar tentang reaksi kimia saat mencampurkan dua atau lebih warna yang berbeda. Mereka belajar tentang gaya rambat dan suara saat bermain musik dalam botol. Mereka belajar tentang biologi dan diri mereka saat mempelajari sidik jari. Dan terlebih lagi, mereka semakin menyadari bahwa Tuhan menciptakan setiap orang unik.