Selasa, 20 Februari 2018

Bersantai di Perpustakaan Nasional

Salah satu kegiatan yang paling saya sukai dari kecil adalah membaca. Bagi saya, saat membaca, bukan hanya saya mengetahui banyak informasi, tetapi saya juga bisa santai sejenak. Dan sejujurnya saat saya sekolah dari SD sampai dengan kuliah, saya hanya datang ke perpustakaan sesekali saja walaupun saya suka membaca. Mengapa? Karena saya tidak tahan dengan bau buku tua dan bau apek di dalam perpustakaan (no offense ya). Bagi saya, berbeda dengan perpustakaan diluar yang wangi dan terang, perpustakaan saat saya sekolah terkesan gelap dan apek.

Namun pandangan itu berubah saat kami dan teman-teman mengunjungi perpustakaan nasional yang baru saja diresmikan pada 14 September 2017 yang lalu. Pertama kali Duo Lynns menginjakkan kaki di tempat ini, Duo Lynns cukup norak melihat gedung perpustakaan yang besar. Pengalaman mereka hanyalah mengunjungi perpustakaan di Cikini. Desain gedung yang seperti buku terbuka ini membuat gedung baru ini terlihat begitu megah. Dan bukan saja gedungnya yang megah, parkirannya pun banyak. Dengan adanya parkiran basement para pembawa kendaraan bermotor menjadi lebih tenang saat berkunjung ke sini.
Perpustakaan Nasional
Kami membuat kartu anggota dan langsung menuju lantai 7 yang memang dikhususkan untuk anak-anak. Saat masuk ke situ, hilanglah semua bayangan akan perpustakaan yang membosankan. Sayangnya kunjungan kami yang pertama hanya sebentar, dan anak-anak lebih banyak bermain di playground yang berada di dalam ruangan. Hmm, adanya playground memang membuat anak tergoda untuk bermain.

Belum merasa puas, kami pun mengunjungi kembali perpustakaan ini bersama-bersama teman-teman yang berbeda. Karena papa sibuk, maka om Grab yang mengantar kami. Dari depan gedung, kami diarahkan satpam untuk masuk ke bangunan tua. Kami pun manut dengan pak Satpam. Dan memang ketaatan akan menghasilkan buah yang baik bukan?

Bangunan tua ini menyimpan pameran benda-benda yang berhubungan dengan sejarah perpustakaan dan juga sejarah atau bagaimana cara orang menulis. Dan yang cukup mengejutkan kami, mereka memadukan lukisan di dinding dengan gambar interaktif dari proyektor.
Diantara dua pilihan....
Quote dari R.A. Kartini
Dari pameran yang ada, kami mendapatkan beberapa informasi. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, karya rekam termasuk digital, secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka. Dengan kata lain, perpustakaan bukan hanya mengenai pengumpulan buku, namun juga menjaga buku-buku tersebut dan mengorganisir buku-buku tersebut sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan apapun.
Perpustakaan keliling yang akan mendatangi daerah-daerah terpencil agar semua anak dapat membaca. 
Peta Indonesia secara interaktif.
Gambar interaktif yang dipadukan dengan lukisan di dinding.
Berbagai saran untuk menulis, dari bambu, daun lontar, kayu ulin, hingga kertas.
Setelah puas berfoto melihat-lihat, kami pun berpindah ke gedung baru, Gedung baru ini terdiri dari 24 lantai. Setiap lantai mempunyai berbeda isinya. Lantai 1 merupakan lobby hall dan display. Di lantai ini ada beberapa cafe yang dapat dikunjungi oleh pengunjung perpustakaan yang sedang kelaparan atau mencari cemilan. Lantai kedua adalah tempat layanan keanggotaan. Apa sih keuntungannya menjadi anggota perpustakaan? Ya pasti dapat meminjam buku yang kita mau. Pembuatan kartu ini tidak lama, tetapi yang membuat lama adalah banyaknya orang yang ingin mendaftar. Disarankan mendaftar dulu secara online di website mereka. Jadi sampai sana tinggal mengantri untuk foto dan mengambil kartu.
Direktori Gedung Perpusnas.
Seperti waktu yang lalu, lantai yang kami tuju adalah lantai 7, tempat yang menjadi surga buku bagi anak-anak. Berbeda dengan saat pertama kali kami datang, sekarang sudah tidak ada tempat mainnya. Suatu hal yang baik, jadi anak-anak dapat lebih semangat membaca buku. Buku-buku di sini lumayan lengkap loh. Ada buku-buku cerita, buku terbitan Grolier, buku-buku berbahasa Inggris, ensiklopedi, dan buku-buku lainnya. Yang menarik adalah pilar-pilar di lantai ini dihiasi wall paper yang berisi cerita-cerita rakyat, seperti kisah Raja Ampat, sungai Landak, dan Tadulako Bulili.
Salah satu rak yang berisi buku-buku.
Dinding bercerita
Karena banyaknya buku yang menarik, kami pun bertanya kepada petugas perpustakaan apakah kami dapat meminjam buku. Ternyata kami hanya dapat membaca, bukan meminjam. Alasannya karena buku-buku di perpustakaan nasional Salemba belum semuanya dipindahkan ke sini. Jadi untuk sementara pengunjung belum dapat meminjam buku. 
Asyiknya membaca...
Buat yang membawa tas, kita dapat menitipkan di loker yang disediakan. Jadi acara membacanya akan lebih enak dan kita pun tidak akan dicurigai membawa buku tersebut pulang (eh...). Untuk yang membawa bayi, di sini juga ada nursery room. Dan dibagian luar terdapat bagian outdoor yang dapat digunakan untuk aktivitas anak. Menarik bukan? Rasanya saya betah di dalam sini seharian.
Sudut membaca yang nyaman
Oya, di sini juga ada panggung. Mungkin untuk acara-acara istimewa. Dan begitu melihat panggung, anak-anak ini langsung lupa daratan dan sibuk berpose diatas panggung. Untungnya hari itu perpustakaan sepi, kalau tidak kami bisa dipelototi oleh staff yang ada.
Lupa daratan jika melihat panggung.
Setelah puas berfoto, dan sudah jam makan siang, kami pun memutuskan untuk pulang. Tentu saja acara bermain dan membaca di sini tidak cukup sekali saja. Akan ada kesempatan lain dimana kami bisa membaca kembali di sini. Dan seperti kata R.A. Kartini, untuk memajukan masyarakat dibutuhkan peran serta keluarga. Salah satunya dengan cara menjadikan membaca di dalam keluarga.
Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal  ~ R.A. Kartini

Perpustakaan Nasional
www.pnri.go.id
Jl. Medan Merdeka Selatan no.11 Senen, Gambir, Jakarta Pusat
Jam operasional: 07.30 - 18.00 (hingga 16.00 untuk Sabtu dan Minggu)

Kamis, 15 Februari 2018

Craft: DIY Castle from Recycle Paper

Terkadang saya merasa isi rumah saya ini penuh dengan barang-barang bekas. Setiap ada kardus, atau kotak, atau core tisyu, anak-anak dengan semangat menyimpannya dan ingin menggunakannya untuk membuat aktivitas. Setiap kali anak-anak mempunyai waktu bebas, ada saja yang dikutak-katik oleh mereka. Terkadang hasilnya membuat kami geleng-geleng kepala dan terkadang menarik.

Seperti saat liburan kemarin, saat mamanya sibuk membereskan barang-barang, adik dan kakak mengeluarkan barang-barang yang mereka inginkan. Tujuan mereka adalah membuat kastil. Saat mereka membuatnya, saya pun masih sibuk menjadi inem di rumah. Dan saat selesai, wah ternyata kali ini hasilnya menarik.

Bahan-bahan yang diperlukan:
1. Core tisyu bekas dalam berbagai ukuran.
2. Kardus bekas, gunting menjadi dua.
3. Alas yang lumayan kuat, kami menggunakan triplek bekas alas kue.
4. Majalah atau koran dengan gambar yang menarik.
5. Kertas origami warna-warni.
6. Lem dan spidol.
Bahan-bahan yang diperlukan
Cara membuatnya:
1. Bungkuslah setiap core tisyu roll dan kardus bekas dengan menggunakan majalah atau koran yang menarik.
2. Lapisi kertas keras atau triplek untuk alas dengan kertas origami. Kakak memilih warna hijau sebagai alasnya, seperti warna rumput. 
3. Buatlah gambar jendela dan pintu pada kertas origami. Kemudian gunting gambar tersebut.
4. Susunlah core tisyu dan kardus diatas alas yang sudah dilapisi tadi. Untuk membuat tinggi menara yang beraneka ragam, Duo Lynns menempelkan dua atau tiga core tisyu secara vertikal. 
5. Untuk menambah efek benteng, guntinglah kertas origami dalam bentuk persegi panjang dan tempelkan dibagian atas menara tersebut.
Castle 
Lumayan juga bukan hasilnya? Apa bagian mamanya dalam pembuatan craft kali ini? Mamanya hanya diminta untuk memfoto dan menyediakan majalah untuk membungkus. Lumayan untuk membuat anak sibuk dan mama pun dapat menyelesaikan urusan-urusan di rumah ;)

Rabu, 07 Februari 2018

Science Activity: Akar dan Daun Bawang

Masih membahas tentang tumbuh-tumbuhan, setelah membahas tentang daun, kami kembali membahas tentang akar dari suatu tanaman. Akar biasanya berada di bawah tanah. Semakin kuat akarnya, semakin susah tanaman tersebut dicabut dari atas. 

Di tengah pembahasan, saya iseng bertanya kepada anak-anak, kalau akar tidak ditanam di tanah tetapi dengan media air saja, apakah bisa tanaman itu bertumbuh. Jawaban berubah dari bisa menjadi tidak bisa, dan dari tidak bisa menjadi bisa. Akhirnya kami melakukan suatu percobaan dengan bawang. 

Bahan-bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Botol aqua pendek yang tidak terpakai.
2. Bawang merah yang sudah ada sedikit daun dan bawang merah yang belum ada daunnya. Saya sengaja memilih yang agak kering.
3. Air.

Langkah-langkah yang dilakukan:
1. Botol aqua yang ada dipotong menjadi dua bagian. Bagian yang bawah diberi air, sedangkan bagian atas dari botol tersebut diletakkan secara terbalik. Air yang ada sebaiknya hanya sampai batas mulut botol aqua.
2. Letakkan bawang-bawang tersebut di atas botol aqua yang diletakkan terbalik. 
3. Amati pertumbuhan daun dan akarnya setiap hari.
Eksperimen bawang Day 0.
Kami melakukan pengamatan selama 4 x 24 jam. Apakah yang terjadi?

Akar Bawang
Setelah 1 x 24 jam, air yang ada berubah warna menjadi merah. Akar yang tadinya belum keluar mulai keluar sedikit. Karena airnya berwarna merah, maka kami pun mengganti dengan air yang baru. Hari demi hari akar yang ada semakin panjang dan semakin lebat.
Akar bawang day 1.
Akar bawang day 2
Akar bawang day 3.
Akar bawang day 4. 
Daun Bawang
Bagaimana dengan daunnya? Di bawang yang sudah ada sedikit daun, daunnya bertambah panjang. Sedangkan yang tadinya tidak ada daun, daunnya mulai keluar sedikit. Di hari kedua, daunnya pun semakin panjang dan semakin banyak. Di hari keempat, panjang daun tersebut sudah cukup panjang, dapat digunakan untuk membuat masakan =D
Daun bawang day 1.
Daun bawang day 2.
Daun bawang day 3.
Daun bawang day 4.
Apakah kesimpulan yang didapatkan anak-anak?
1. Media untuk menanam bukan hanya tanah, tetapi dapat juga digunakan media lain asalkan ada airnya.
2. Akar semakin bertumbuh ke bawah untuk mencari makanan atau air. Jadi tidak heran jika akar yang kuat di dalam tanah akan membuat pohon tersebut susah dicabut.
3. Walaupun bawangnya kering dan tidak punya daun, namun jika diberikan air dan perawatan yang tepat maka akan terus bertumbuh dan bisa bertumbuh dengan lebat.

Sama seperti percobaan kami di tahun lalu, kesimpulan yang kami dapatkan adalah bahwa tanaman yang sudah seakan kering pun akan bertumbuh dengan baik saat bertemu dengan air. Demikian juga jiwa kita, perlu 'air kehidupan' untuk dapat bertumbuh dengan baik.

Di akhir percobaan, kami pun menggunakan daun bawang yang ada untuk membuat omelet. Daun bawangnya ternyata wangi juga, walau tidak sewangi daun bawang yang besar yang dijual di pasar. Hmm....boleh juga nih kalau kepepet.