Jumat, 29 Mei 2020

Mengajarkan Tanggung Jawab Pada Anak


Bagi kami, melatih anak-anak dengan urusan di rumah merupakan hal yang harus diperkenalkan sedini mungkin. Mengapa? Karena hal ini adalah keterampilan dasar yang harus mereka miliki. Anak-anak bukan hanya dapat mengerjakan urusan di rumah (sesuai dengan batasan umur dan kemampuan tentunya), tetapi mereka juga belajar untuk bertanggung jawab. Kata tanggung jawab bukanlah kata yang mudah untuk dimengerti oleh anak-anak. Jadi dengan tindakan dan membantu urusan di rumah dapat menjadi media bagi mereka mempelajari arti tanggung jawab.

Suatu hari, saat kakak masih berusia 1 tahun (saya pun sedang hamil anak kedua), kami bermain ke rumah senior kami. Memang biasanya kami mempunyai jadwal rutin main ke rumah mereka saat libur Lebaran, kecuali Lebaran kali ini tentunya. Si kakak diajak main oleh anak-anak di sana. Saat mereka akan main yang lain, kakak sibuk merapihkan mainan yang sebelumnya mereka mainkan. Mereka pun cukup kaget karena anak yang umurnya baru 1 tahun mengerti tentang merapikan barang.
Kakak saat ngotot mau ngepel walau gagang pel lebih tinggi dari dia.
Memang sejak anak-anak masih bayi, kami selalu mengajak mereka untuk merapihkan mainannya setiap kami selesai bermain. Kami pun membiasakan mereka untuk merapikan mainan yang mereka mainkan sebelum berganti mainan yang baru. Mungkin awalnya mereka belum mengerti, tetapi karena kami selalu melakukannya, kemudian kami bersama dengan mereka merapikannya, maka mereka pun lama kelamaan mengerti. Sampai akhirnya mereka dapat merapikan mainan mereka sendiri tanpa harus dibantu. Mereka tahu bahwa mainan harus dirapikan sebelum mereka berganti mainan yang lain.

Tanggung jawab mereka pun bertambah seiring dengan perkembangan umur mereka. Di usia kakak tiga tahun dan adik 1 tahun lebih, tanpa kami minta, mereka mau membantu kami untuk mencuci piring dan memasak nasi. Wah, kami pun kaget. Walau awalnya lebih banyak mainan air, lama kelamaan mereka pun bisa mengerjakannya.

Nah, bagaimana sih cara mengajarkan tanggung jawab kepada anak-anak? Ada dua kunci yang harus diingat. Yang pertama adalah konsistensi. Ingat peribahasa Allah bisa karena biasa, bukan? Demikian juga habit atau kebiasaan. Jika kita selalu melakukannya dengan konsisten, maka anak-anak pun akan dapat melakukannya. Apalagi saat berurusan dengan anak kecil, baik dalam mengajar ataupun dalam hal mendisiplin, konsistensi merupakan kunci utama.
Saat mereka masih kecil dan ingin membantu menyerut labu.
Kunci kedua adalah teladan. Rumah adalah tempat pertama anak belajar. Kita orang tua adalah orang-orang pertama yang akan mereka tiru. Jadi kalau kita tidak pernah menunjukkan bahwa kita bertanggung jawab, bagaimana mereka akan belajar mengenai tanggung jawab? Bagaimana anak mau ambil minum sendiri jika kita selalu meminta tolong ART kita untuk mengambilkannya?

Anak-anak selalu melihat kami mengerjakan segala sesuatu sendiri. Mereka pun berusaha untuk mengikutinya. Sampai sekarang pun mereka terbiasa mengerjakan urusan rumah tangga lainnya seperti menyapu, mencuci piring, memasak, melipat baju, dan sebagainya. Dari yang awalnya mereka berusaha meniru kami saat melakukan semua itu, sekarang mereka sudah dapat melakukannya sesuai dengan kapasitas mereka. Memang action speaks louder than words.

Walau mereka senang membantu, tetapi terkadang hal ini menjadi tantangan bagi kami. Mereka bisa rebutan untuk mengerjakan urusan-urusan tersebut. Tak jarang diakhiri oleh tangisan dan rengekan yang membuat kami pusing. Untuk menyiasatinya, kami pernah membuat kotak tugas. Kotak tugas ini berisi kartu-kartu kecil dari tugas yang akan mereka kerjakan. Tugas-tugas itupun dirotasi supaya semua kedapatan.

Selain cara diatas, kami biasanya menulis di papan tulis tanggung jawab yang tidak boleh mereka lupakan. Ini bukan saja tanggung jawab dalam hal kerjaan, tetapi juga hal lain. Misal, untuk adik, salah satu tanggung jawab dia adalah minum air (karena dia suka lupa minum air).
Memasak untuk makan siang.
Beberapa waktu lalu, di salah satu buku Wisdom Booklet diperkenalkan yang namanya Responsibility Chart. Jadi dalam satu halaman dibagi tujuh kolom yang merepresentasikan tujuh hari dalam seminggu. Kertas tersebut dilaminating dan dapat ditulis tanggung jawab yang dapat mereka lakukan. Hal ini cukup efisien, karena hanya cukup menggunakan satu kertas saja.
Responsibility Chart
Nah, yang harus diingat oleh kita adalah mereka adalah anak-anak, yang masih punya tugas untuk belajar dan waktu untuk bermain dan mengembangkan diri. Oleh sebab itu, tugas-tugas yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan dan umur mereka. Jangan sampai kita mempekerjakan anak di bawah umur dan kita jadi asyik-asyik menikmati 'me time' kita. Ingat, walau mereka bisa, bukan berarti mereka harus mengerjakannya. Kita melatih anak untuk bertanggung jawab, bukan melimpahkan semua tugas ke mereka.

Sebagai kesimpulan, mengajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab juga dapat melalui hal-hal sederhana seperti urusan rumah tangga. Tanggung jawab mereka bukan hanya belajar saja, tetapi juga pekerjaan rumah yang sederhana. Bukan berarti mereka diperdaya, tetapi mereka diperlengkapi dengan kemampuan dasar. Selamat mengajarkan tanggung jawab kepada anak. 

Selasa, 26 Mei 2020

5 Tips Learning at Home


Tidak terasa kita hampir memasuki bulan Juni. Ini berarti bahwa PSBB di Jakarta sudah berlangsung dua bulan lebih. Mungkin dari yang kaget karena semua harus dilakukan dari rumah menjadi terbiasa. Atau mungkin juga kebalikannya. Kegiatan kita dan anak-anak sudah mulai menghitung hari kapan PSBB ini berakhir.

Beberapa teman yang biasanya menitipkan anaknya di sekolah pun mulai merasa kewalahan. Mereka merasa pusing dengan kurikulum dan juga pelajaran anak-anak. Apalagi diawal-awal pembelajaran di rumah, orang tua merasa 'dikerjain' oleh guru dengan tugas-tugas yang rasanya membuat pusing. Dan mereka pun bertanya bagaimana kami dapat bertahan menghadapi anak-anak yang belajar di rumah.

Ada 5 tips yang mungkin dapat membantu teman-teman semua saat melakukan pembelajran di rumah. 
1. Tetapkan jadwal.
Saya adalah tipe orang yang senang membuat jadwal dan perencanaan. Dengan adanya jadwal, segala hal menjadi lebih terarah. Demikian juga dengan urusan belajar anak-anak. Untuk anak yang masih kecil, rutin atau jadwal merupakan hal yang penting. Anak-anak pun menjadi lebih tenang jika mereka sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh mereka. Oleh sebab itu, kita harus siapkan jadwal agar mereka pun merasa nyaman dan tetap disiplin.

Untuk anak yang sudah mulai besar, akan lebih mudah jika mereka dilibatkan untuk membuat jadwal. Selain melatih mereka menggunakan waktu mereka dengan bijak, mereka pun belajar untuk bertanggung jawab. Dan ini tentu akan memudahkan mereka untuk mengerjakan jadwal mereka. 

2. Persiapkan keperluan mengajar atau belajar di malam sebelumnya.
Saat anak-anak masih kecil, saya terbiasa menyiapkan perlengkapan-perlengkapan untuk belajar semala sebelumnya. Hal ini membantu akan sangat membantu kita di pagi hari. Apalagi untuk mama-mama yang work from home. Jadi kita tidak terlalu sibuk di pagi hari dan dapat mengerjakan urusan yang lainnya.

3. Sesuaikan ekspektasi dengan keadaan di rumah.
Mendidik anak memang melelahkan. Apalagi kalau biasanya kita tahu beres karena mereka belajar di sekolah, lalu sekarang semua harus dikerjakan di rumah. Tetapi, sadarkah kita bahwa kadang rasa lelah yang kita rasakan lebih sering karena ekspektasi kita terlalu tinggi?

Misalkan kita sedang mengajar membaca anak TK (ya, walaupun berdasarkan kurnas anak TK tidak harus bisa membaca, tetapi kenyataannya mereka harus bisa membaca saat masuk SD). Ekspektasi kita dalam waktu 30 menit si anak harus dapat merangkai kata yang terdiri dari 5 suku kata. Tentu hal ini berlawanan dengan kenyataan bukan? Akibatnya kita mulai stres dan senewen karena target kita tidak terpenuhi. Oleh sebab itu kita harus menyesuaikan ekspektasi dengan kenyataan.

4. Jangan berusaha memindahkan sekolah ke rumah
Namanya juga sekolah, pasti banyak fasilitas. Lalu saat anak-anak mulai belajar di rumah, kita berusaha memindahkan semuanya ke rumah. Usaha duplikasi ini pastilah akan susah. Jadi, daripada menduplikat sekolah, lakukan yang kita bisa, sesuai dengan keadaan rumah.

Misalkan saat anak belajar online dengan gurunya, sediakan satu area untuk mereka belajar. Area ini yang penting bersih dan mudah dapat sinyal untuk koneksi. That's it. Kita tidak perlu menyulap satu kamar menjadi satu ruang belajar macam ruang kelas di sekolah. 

5. Beri reward baik untuk kita maupun anak-anak. 
Seperti yang saya utarakan di artikel sebelumnya, setelah sibuk seharian dengan urusan di rumah, adalah hal yang wajar bagi kita untuk mendapatkan reward. Jadi hal yang lumrah untuk kita meluangkan waktu dan menikmati waktu kita.

Untuk anak-anak, mereka juga pasti bosan di rumah terus. kita sebagai orang tua dapat mengadakan kegiatan bersama untuk membuat anak merasa senang ada di rumah. Tidak harus yang wah. Kita dapat membuat kue bersama, nonton bersama sambil makan popcorn, membuat project bersama, dan sebagainya.

Nampaknya perjalanan untuk belajar di rumah masih akan panjang, mengingat corona tidak melihat umur. Bahkan bisa saja belajar di rumah berlangsung sampai akhir tahun ini. Semoga lima tips diatas dapat membantu teman-teman semua untuk tetap tenang saat melakukan pembelajaran di rumah.

Untuk hal-hal lain yang berbau homeschooling dan atau parenting, silakan klik link ini dan ini.

Minggu, 03 Mei 2020

Cooking: Bolu Kukus Tanpa Soda


Seperti di artikel sebelumnya, saat segalanya harus dilakukan dari rumah, anak-anak tentunya membutuhkan aktivitas yang dapat dilakukan bersama dengan orang tua sebagai reward atau pengganti dari acara jalan-jalan. Hal ini bisa saja nonton bersama, piknik (pilih saja bagian rumah yang kosong), ataupun membuat kue bersama. Kali ini untuk ke sekian kalinya, kami membuat aktivitas membuat kue.

Kenapa membuat makanan? Karena setiap sore, semua orang mulai mencari cemilan sore. Apalagi kalau Duo Lynns habis les balet online. Mereka bawaannya ingin nyemil. Dari membuat roti tawar, martabak pandan, dan semua olahan pisang (roti pisang bolen, pancake pisang, pisang bakar, banana muffingluten free banana cake), hampir semuanya pisang karena si opa beli pisang banyak sekali, semua dilakoni. Dan akhirnya mereka pun mulai bosan dengan pisang =D

Saya pun berpikir buat apa ya yang gampang dan tidak pakai banyak telur. Tiba-tiba terbayang bolu kukus. Mama saya sangat jago membuat bolu kukus. Tetapi biasanya bolu kukus yang enak itu harus pakai soda atau Sprite. Tiba-tiba saya pun iseng mencari tahu bisa tidak ya jika tidak ada sprite. Dan dari hasil googling dan modifikasi, kami pun membuat bolu kukus tanpa menggunakan sprite. 

Bahan yang diperlukan:
- 2 buah telur
- 250 gram tepung
- 200 gram gula pasir
- 150 ml susu UHT putih
- 1 sendok teh pengemulsi (TBM atau SP). Jika tidak mau menggunakan pengemulsi, dapat diganti dengan 4 kuning telur.
- Pasta pandan atau pewarna makanan.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Masukkan semua bahan-bahan diatas ke dalam wadah.
2. Buatlah adonan dengan menggunakan mixer kecepatan rendah hingga semua bahan tercampur rata.
3. Naikkan kecepatan secara bertahap hingga kecepatan yang paling tinggi dan mix hingga kurang lebih 15 menit atau hingga adonan mengembang dan kental.
4. Pisahkan adonan menjadi beberapa bagian untuk diberi pewarna. Kami membagi menjadi 3 bagian, adonan utama, adonan dengan pewarna kuning, dan adonan dengan pasta pandan.
5. Sambil menunggu memasukkan adonan ke dalam cetakan, panaskan kukusan yang sudah diisi air hingga mendidih.
6. Siapkan cetakan bolu kukus, lalu lapisi dengan cup kertas yang ukurannya sama atau sesuai. Masukkan adonan dengan kombinasi warna yang diinginkan kedalam cup kertas tersebut. Usahakan isi adonan sejajar dengan cetakan agar hasilnya lebih mekar.
7. Jika air di dalam kukusan sudah mendidih, maka masukkan cetakan ke dalam kukusan yang sudah panas. Untuk hasil yang baik sih sebaiknya diberi jarak. Karena kami tidak ingin mengukus dua kali, jadi kami kurang memberi jarak.
8. Kukus kurang lebih 10 menit. Dan seperti saat membuat kue dengan cara mengukus lainnya, bungkus tutup kukusan dengan menggunakan kain. 
Penampakan sebelum dikukus. Hasil karya anak-anak.
Seperti beberapa aktivitas membuat makanan yang lain, anak-anak yang membuat sendiri bolu kukus ini. Saya hanya membantu saat mereka minta pertolongan dan juga mengawasi. Dan tentunya menahan diri untuk tidak berkomentar. Namanya juga memberi reward kepada mereka, tengah-tengah bisa ada adegan minum dulu, cerita dulu. Ya, dinikmati saja. Toh jadi juga kan makanannya.

Setelah bolu ini jadi, saya seakan diajak untuk flashback disaat saya masih kecil. Ingat kan, diawal artikel ini saya tulis bahwa mama saya sangat jago untuk membuat bolu kukus? Saat saya kecil, mama sempat mencoba berjualan ini itu untuk memenuhi kebutuhan kami. 

Mama saya memang tidak bakat jualan. Dia tipe orang yang generous, yang suka memberi orang lain. Jadi saat mama berjualan bolu kukus, seringkali bolu kukusnya diberikan kepada orang-orang daerah kampung depan yang tidak punya makanan. Ataupun ditipu oleh orang lain sehingga jualannya rugi. Tetapi kami bersyukur bahwa penyertaan Tuhan adalah ya dan amin. Saya bisa sekolah, makan, dan bertumbuh dengan baik sampai besar, bahkan bisa bekerja mandiri saat SMA.

Di masa pandemi ini, ada banyak orang yang jadi resah menghadapi keadaan yang tidak menentu. Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini membuat banyak orang yang dirumahkan, tidak ada pekerjaan, anak-anak yang bosan di rumah, anak-anak yang takut tidak dapat kemana-mana, dan tidak tahu harus berbuat apa. Ada 1001 macam ketakutan yang dapat muncul. Kami pun demikian. 

Tetapi saya seperti diingatkan bahwa Tuhan itu tetap sama: dulu, sekarang, dan sampai selamanya. Kalau zaman dulu Tuhan bisa buat mujizat, kalau zaman saya kecil saya bisa bertumbuh tanpa kekurangan apapun, maka saat ini pun Tuhan mampu dan sanggup menjaga kita semua. Jadi tidak usah kuatir dan takut karena Tuhan berdaulat atas apapun.

Hmmm, artikel ini tentang resep bolu kukus atau renungan singkat? Dua-duanya. Karena Tuhan dapat berbicara dengan cara apapun. Luar biasa, bukan? Hehehe...

Kembali ke bolu kukus yang sudah jadi, kami pun segera memakannya. Kakak dan adik makan dengan senang, sementara si bayi hanya melihat dulu sambil merenung kapan dia boleh makan bolu kukus ini. Oya, pesan kakak, bolu kukus ini paling enak dimakan saat masih hangat.