Jumat, 26 Juni 2020

Mom's Talk: The Art of Homemaking

Sumber foto: stonegableblog.com
Sebagai ibu-ibu yang mengajar anak-anaknya di rumah, kami terkadang merindukan saat-saat kami berkumpul dan membahas topik-topik sesuai kebutuhan kami. Seperti di pertemuan Mom’s Talk kami bulan Februari kemarin. Topik yang dipilih oleh mama-mama adalah homemaking.

Istilah homemaking ini mungkin terasa tidak begitu familiar di telinga kita, atau mungkin hanya di telinga saya saja =D. Saat pertama kali saya mendengar istilah ini, sahabat saya sering sekali menggunakan istilah ini, saya mengira bahwa homemaking berarti bagaimana cara membuat rumah menjadi nyaman. Namun ternyata saat saya mencoba mencari tahu arti dari istilah ini, homemaking lebih dari sekedar membuat rumah menjadi nyaman.

Homemaking adalah kreasi dan pengelolaan rumah sehingga rumah menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Sedangkan homemaker adalah orang yang mengelola rumah sehingga nyaman untuk ditinggali. Istilah yang banyak digunakan di Amerika ini lebih dari sekedar rumah yang nyaman atau home sweet home, tetapi juga berdampak bagi orang-orang yang tinggal di rumah tersebut.

Narasumber kami kali ini adalah keluarga Badudu dan Pasaribu, yaitu dua keluarga senior yang anak-anaknya sudah kuliah atau lulus. Mereka membagikan beberapa hal mengenai homemaking yang sangat memberkati kami.
Our Mom's Talk  
Dari segi spiritualitas, rumah kita hendaknya menjadi pusat penyembahan atau worship center. Dalam keluarga, ayah merupakan imam dalam keluarga tersebut. Kita, para ibu merupakan faslitator supaya rumah kita menjadi pusat penyembahan. Kita dapat mengingatkan si ayah untuk melakukan ibadah dalam keluarga. Tidak usah menempatkan ekspektasi yang terlalu tinggi, tetapi yang penting kita konsisten dalam melakukan ibadah dalam keluarga. Tujuan utama yang ingin kita capai adalah anak-anak kita mempunyai worship spirit.

Dari segi pendidikan, rumah kita hendaknya menjadi pusat pembelajaran atau learning center. Kita, para ibu, adalah sumber informasi pertama yang ditemukan oleh anak-anak. Walau sebetulnya yang kita tahu sedikit, bagi anak-anak, mamanya tahu semua hal (makanya mereka banyak nanya). Mau kita bilang salah pun, saat anak-anak masih kecil, mereka tetap akan percaya. Oleh sebab itu, kita perlu membangun roh yang rendah hati atau humble spirit dalam diri kita dan juga anak-anak. Kita mau untuk belajar dan juga rela menerima koreksi. Dengan demikian, anak-anak pun melihat teladan dalam diri kita.

Selain pusat pembelajaran dalam hal akademis, rumah juga hendaknya menjadi pusat pembelajaran karakter. Anak-anak belajar untuk membangun habit yang baik, yang nantinya akan menjadi karakter mereka. Seperti salah satu tujuan homeschool bukan, agar kita dapat menanamkan nilai moral dengan lebih sering kepada anak-anak.

Dari segi pelayanan, rumah kita berfungsi sebagai pusat keramahan atau hospitality center. Pusat keramahan di sini maksudnya adalah anak-anak belajar untuk menjadi generous atau murah hati dan menjadi berkat bagi orang lain. Setelah mereka mempelajari banyak hal, waktunya mereka mempraktekkan. Hal ini bisa dilakukan dengan membuka rumah untuk kegiatan komunitas, atau menyiapkan makanan untuk dibagikan, dan lainnya. Tujuannya adalah agar anak-anak membangun generous spirit atau roh yang murah hati.

Dari segi kesehatan, rumah kita berfungsi sebagai pusat kesehatan atau health center. Dari rumahlah anak-anak belajar mengenai hal yang bersih dan tidak bersih, yang sehat dan yang tidak sehat. Kita, sebagai ibu, dapat mengajarkan kepada mereka mengenai kebersihan, makanan yang sehat, dan juga menjaga kesehatan. Anak-anak harus memahami bahwa lebih baik mencegah daripada mengobati.

Kita dapat melibatkan anak-anak dalam menyiapkan makanan yang sehat untuk keluarga. Dengan ikut terlibat, mereka akan dengan rela hati untuk makan makanan yang sehat. Dan kita pun tidak usah susah-susah menyuruh mereka untuk makan sayur dan buah.

Dari segi kreativitas, rumah kita berfungsi sebagai pusat kerajinan atau craft center. Craft center bukan berarti si ibu harus mempunyai skill yang mumpuni dalam hal kerajinan. Tetapi kita dapat mengajak anak untuk membuat sesuatu untuk membantu orang lain. Misalkan mengajak anak untuk membuat kartu saat salah satu teman kita ada yang sakit. Percaya deh, anak-anak hanya butuh sedikit pancingan, dan seterusnya tanpa disadari, mereka sudah membangun creative spirit.

Dari sharing yang diberikan di atas, maka fungsi kita sebagai ibu bukan hanya sebagai housewife atau ibu rumah tangga yang kerjaannya beberes rumah dan mengurus rumah (eh, itu mah saya ya). Tetapi lebih dari itu. Ibu merupakan housemaker, yang mengelola rumah menjadi nyaman untuk ditinggali dan membuat yang tinggal di dalamnya pun menjadi berkat bagi orang lain.

Yang perlu diingat juga, Ibu merupakan barometer dalam keluarga. Artinya, untuk melihat apakah kondisi keluarga tersebut sedang damai atau tidak, lihatlah si ibu. Emosi ibu sangat mempengaruhi keadaan di rumah. Oleh sebab itu, kita sebagai ibu harus menjaga ‘kewarasan’ dan ‘tekanan’ yang ada agar suasana di rumah kondusif. Bagaimana cara menjaganya?

Pastinya kita harus mengisi hati dan pikiran kita dengan kebenaran Firman Tuhan. Semakin banyak Firman Tuhan yang masuk, maka akan semakin waras kita tentunya. Dan hal yang tidak kalah penting adalah mempunyai contentment spirit atau roh yang merasa cukup dan grateful spirit atau roh yang bersyukur.

Kecenderungan ibu-ibu adalah melihat keluarga lain, dan setelahnya membandingkan keluarga kita dengan keluarga lain. Hal ini akan membuat kita menjadi tidak puas dan tidak bersyukur. Kita boleh melihat untuk memperbaiki, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa tiap keluarga berbeda keadaannya. Jadi tidak ada hal yang mutlak yang bisa dibuat serupa.

Kami diingatkan bahwa para ibu adalah domba-domba dari Gembala Agung. Namanya domba tentu harus mendengarkan suara gembalanya. Demikian juga kita. Kita hendaknya mendengarkan suara Gembala kita, bukan domba-domba yang lain. Saat kita mendengarkan Gembala kita, maka kita akan bergerak sesuai dengan rencanaNya.

Yang perlu diperhatikan dalam perjalanan di rumah adalah kita harus mengenali time stealer kita dan juga hot button kita. Time stealer adalah kegiatan yang membuat kita bisa lupa dengan apa yang harus dikerjakan. Misalkan kalau bagi saya, time stealer adalah kesibukan membersihkan rumah. Terkadang kalau sudah sibuk beberes rumah, yang diluar planning, saya bisa lupa dengan yang harusnya dikerjakan. Ada juga yang time stealer-nya adalah gadget. Jika sudah buka gadget, bisa lupa waktu dan fokus.

Bagaimana cara menyiasatinya? Yang paling mudah adalah dengan membuat list apa saja yang harus dikerjakan dan jadwal harian, mingguan, atau bulanan. Dengan membuat list dan dengan adanya jadwal, kita bisa lebih tahu kapan dan apa yang harus dikerjakan. Jadi, semuanya menjadi lebih teratur. Kalau saya, bukan hanya jadwal kegiatan, tetapi juga jadwal materi pelajaran anak-anak.

Sedangkan hot button adalah hal yang dapat membuat kita 'meledak' jika tersentuh. Ada yang hot button-nya adalah tangisan. Kalau dengar anak menangis, rasanya mau meledak. Ada juga yang hot button-nya adalah rumah berantakan. Setiap orang berbeda. Tetapi kita harus mencari tahu apa hot button kita dan apa yang harus kita lakukan supaya saat hot button kita tersentuh, kita tidak meledak seperti sebelumnya.

Sharing kami di bulan Februari kemarin ternyata sharing terakhir kami sebelum memasuki masa PSBB dan new normal karena corona. Belum tahu kapan kami akan bertemu kembali secara langsung, tetapi tentunya kami masih dapat bertemu secara online.

Stay healthy, stay safe, and stay happy, moms =)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar