Sumber foto: stonegableblog.com |
Sebagai ibu-ibu yang mengajar
anak-anaknya di rumah, kami terkadang merindukan saat-saat kami berkumpul dan
membahas topik-topik sesuai kebutuhan kami. Seperti di pertemuan Mom’s Talk kami bulan Februari kemarin.
Topik yang dipilih oleh mama-mama adalah homemaking.
Istilah homemaking ini mungkin terasa tidak begitu familiar di telinga
kita, atau mungkin hanya di telinga saya saja =D. Saat pertama kali saya
mendengar istilah ini, sahabat saya sering sekali menggunakan istilah ini, saya
mengira bahwa homemaking berarti
bagaimana cara membuat rumah menjadi nyaman. Namun ternyata saat saya mencoba
mencari tahu arti dari istilah ini, homemaking lebih dari sekedar membuat rumah
menjadi nyaman.
Homemaking adalah kreasi dan pengelolaan rumah sehingga rumah menjadi
tempat yang nyaman untuk ditinggali. Sedangkan homemaker adalah orang yang mengelola rumah sehingga nyaman untuk
ditinggali. Istilah yang banyak digunakan di Amerika ini lebih dari sekedar
rumah yang nyaman atau home sweet home,
tetapi juga berdampak bagi orang-orang yang tinggal di rumah tersebut.
Narasumber kami kali ini adalah
keluarga Badudu dan Pasaribu, yaitu dua keluarga senior yang anak-anaknya sudah
kuliah atau lulus. Mereka membagikan beberapa hal mengenai homemaking yang sangat memberkati kami.
Our Mom's Talk |
Dari segi spiritualitas, rumah kita hendaknya
menjadi pusat penyembahan atau worship
center. Dalam keluarga, ayah merupakan
imam dalam keluarga tersebut. Kita, para ibu merupakan faslitator supaya rumah
kita menjadi pusat penyembahan. Kita dapat mengingatkan si ayah untuk melakukan
ibadah dalam keluarga. Tidak usah menempatkan ekspektasi yang terlalu tinggi,
tetapi yang penting kita konsisten dalam melakukan ibadah dalam keluarga.
Tujuan utama yang ingin kita capai adalah anak-anak kita mempunyai worship spirit.
Dari segi pendidikan, rumah kita hendaknya
menjadi pusat pembelajaran atau learning
center. Kita, para ibu, adalah sumber
informasi pertama yang ditemukan oleh anak-anak. Walau sebetulnya yang kita
tahu sedikit, bagi anak-anak, mamanya tahu semua hal (makanya mereka banyak
nanya). Mau kita bilang salah pun, saat anak-anak masih kecil, mereka tetap
akan percaya. Oleh sebab itu, kita perlu membangun roh yang rendah hati atau humble spirit dalam diri kita dan juga
anak-anak. Kita
mau untuk belajar dan juga rela menerima koreksi. Dengan demikian, anak-anak
pun melihat teladan dalam diri kita.
Selain pusat pembelajaran dalam hal akademis, rumah juga
hendaknya menjadi pusat pembelajaran karakter. Anak-anak belajar untuk
membangun habit yang baik, yang
nantinya akan menjadi karakter mereka. Seperti salah satu tujuan homeschool
bukan, agar kita dapat menanamkan nilai moral dengan lebih sering kepada
anak-anak.
Dari segi
pelayanan, rumah kita berfungsi sebagai pusat keramahan atau hospitality center. Pusat keramahan di sini maksudnya adalah anak-anak belajar
untuk menjadi generous atau murah
hati dan menjadi berkat bagi orang lain. Setelah mereka mempelajari banyak hal,
waktunya mereka mempraktekkan. Hal ini bisa dilakukan dengan membuka rumah
untuk kegiatan komunitas, atau menyiapkan makanan untuk dibagikan, dan lainnya.
Tujuannya adalah agar anak-anak membangun generous
spirit atau roh yang murah hati.
Dari segi kesehatan, rumah kita berfungsi
sebagai pusat kesehatan atau health
center. Dari rumahlah anak-anak
belajar mengenai hal yang bersih dan tidak bersih, yang sehat dan yang tidak
sehat. Kita, sebagai ibu, dapat mengajarkan kepada mereka mengenai kebersihan,
makanan yang sehat, dan juga menjaga kesehatan. Anak-anak harus memahami bahwa
lebih baik mencegah daripada mengobati.
Kita
dapat melibatkan anak-anak dalam menyiapkan makanan yang sehat untuk keluarga. Dengan
ikut terlibat, mereka akan dengan rela hati untuk makan makanan yang sehat. Dan
kita pun tidak usah susah-susah menyuruh mereka untuk makan sayur dan buah.
Dari segi kreativitas, rumah kita berfungsi
sebagai pusat kerajinan atau craft center. Craft center
bukan berarti si ibu harus mempunyai skill yang mumpuni dalam hal kerajinan.
Tetapi kita dapat mengajak anak untuk membuat sesuatu untuk membantu orang
lain. Misalkan
mengajak anak untuk membuat kartu saat salah satu teman kita ada yang sakit. Percaya
deh, anak-anak hanya butuh sedikit pancingan, dan seterusnya tanpa disadari,
mereka sudah membangun creative spirit.
Dari sharing yang diberikan di atas, maka
fungsi kita sebagai ibu bukan hanya sebagai housewife
atau ibu rumah tangga yang kerjaannya beberes rumah dan mengurus rumah (eh, itu
mah saya ya). Tetapi lebih dari itu. Ibu merupakan housemaker, yang mengelola rumah menjadi nyaman untuk ditinggali
dan membuat yang tinggal di dalamnya pun menjadi berkat bagi orang lain.
Yang
perlu diingat juga, Ibu merupakan barometer dalam keluarga. Artinya, untuk
melihat apakah kondisi keluarga tersebut sedang damai atau tidak, lihatlah si
ibu. Emosi ibu sangat mempengaruhi keadaan di rumah. Oleh sebab itu, kita
sebagai ibu harus menjaga ‘kewarasan’ dan ‘tekanan’ yang ada agar suasana di
rumah kondusif. Bagaimana cara menjaganya?
Pastinya kita harus mengisi hati dan pikiran kita dengan
kebenaran Firman Tuhan. Semakin banyak Firman Tuhan yang masuk, maka akan
semakin waras kita tentunya. Dan hal yang tidak kalah penting adalah
mempunyai contentment spirit atau roh
yang merasa cukup dan grateful spirit
atau roh yang bersyukur.
Kecenderungan ibu-ibu adalah melihat keluarga lain, dan
setelahnya membandingkan keluarga kita dengan keluarga lain. Hal ini akan
membuat kita menjadi tidak puas dan tidak bersyukur. Kita boleh melihat untuk
memperbaiki, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa tiap keluarga berbeda
keadaannya. Jadi tidak ada hal yang mutlak yang bisa dibuat serupa.
Kami diingatkan bahwa para ibu adalah domba-domba dari
Gembala Agung. Namanya domba tentu harus mendengarkan suara gembalanya.
Demikian juga kita. Kita hendaknya mendengarkan suara Gembala kita, bukan
domba-domba yang lain. Saat kita mendengarkan Gembala kita, maka kita akan bergerak sesuai dengan
rencanaNya.
Yang perlu diperhatikan dalam perjalanan di rumah adalah kita harus mengenali time stealer kita dan juga hot button kita. Time stealer adalah kegiatan yang membuat kita bisa lupa dengan apa yang harus dikerjakan. Misalkan kalau bagi saya, time stealer adalah kesibukan membersihkan rumah. Terkadang kalau sudah sibuk beberes rumah, yang diluar planning, saya bisa lupa dengan yang harusnya dikerjakan. Ada juga yang time stealer-nya adalah gadget. Jika sudah buka gadget, bisa lupa waktu dan fokus.
Bagaimana cara menyiasatinya? Yang paling mudah adalah dengan membuat list apa saja yang harus dikerjakan dan jadwal harian, mingguan, atau bulanan. Dengan membuat list dan dengan adanya jadwal, kita bisa lebih tahu kapan dan apa yang harus dikerjakan. Jadi, semuanya menjadi lebih teratur. Kalau saya, bukan hanya jadwal kegiatan, tetapi juga jadwal materi pelajaran anak-anak.
Sedangkan hot button adalah hal yang dapat membuat kita 'meledak' jika tersentuh. Ada yang hot button-nya adalah tangisan. Kalau dengar anak menangis, rasanya mau meledak. Ada juga yang hot button-nya adalah rumah berantakan. Setiap orang berbeda. Tetapi kita harus mencari tahu apa hot button kita dan apa yang harus kita lakukan supaya saat hot button kita tersentuh, kita tidak meledak seperti sebelumnya.
Sharing kami di bulan Februari
kemarin ternyata sharing terakhir
kami sebelum memasuki masa PSBB dan new
normal karena corona. Belum tahu kapan kami akan bertemu kembali secara
langsung, tetapi tentunya kami masih dapat bertemu secara online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar