Kamis, 27 Oktober 2016

Berkenalan dengan Dokter Moewardi

Minggu lalu kami berkesempatan untuk hadir dalam acara pembukaan pameran mengenai dokter Moewardi. Acara ini diadakan di Museum Sumpah Pemuda. Ini adalah pertama kalinya kami mengunjungi museum ini, walau kami selalu melewati tempat ini. Kali ini dalam rangka menyambut hari Sumpah Pemuda, diadakanlah pameran mengenai dokter Moewardi dari tanggal 20 Oktober - 20 November 2016
Pameran selama sebulan
Pameran ini diadakan di bagian belakang, dan Duo Lynns semangat mau melihat isinya. Walau mereka belum mengenal siapakah dokter Moewardi dan mungkin mereka tidak mengerti juga, tetapi saya cukup senang melihat mereka begitu antusias. 

Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar nama dokter Moewardi dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bagi saya pun nama ini seakan jarang didengar. Tetapi bagi orang daerah Solo nama ini pastilah sering didengar sebagai nama RS di sana. Berikut ringkasan kisah mengenai dokter Moewardi yang kami baca selama pameran.

Dokter Moewardi merupakan salah satu tokoh pergerakan kepanduan di Indonesia. Awalnya saya pun hanya mengetahui nama K.H. Ahmad Dahlan ataupun Sri Sultan sebagai bapak pandu Indonesia. Tetapi ternyata peran Dokter Moewardi dalam dunia kepanduan Indonesia sangatlah besar.

Dokter Moewardi lahir di dusun Randukuning pada 30 Januari 1907 wilayah kotamadya Pati, Jawa Tengah. Beliau merupakan anak ke tujuh dari tiga belas bersaudara. Anak dari pasangan Mas Sastrowardoejo dan Roepeni ini memang cerdas sehingga orang tuanya memasukkan Moewardi muda ke ELS (Europeesche Lagere School). Moewardi melanjutkan kuliahnya di STOVIA (Sekolah kedokteran pada masa itu) dan mengambil spesialis telinga hidung dan kerongkongan (THK). Kalau zaman sekarang disebutnya THT.
Silsilah keluarga Moewardi
Selain kepintarannya dalam bidang akademis, dari masa kecilnya Moewardi menunjukkan kesukaannya pada dunia kepanduan. Bahkan saat dia masih duduk di kelas 5 dan 6 di ELS, Moewardi kecil bergabung dengan organisasi kepanduan Spoorzoeker yang merupakan bagian dari NIPV (Nederlandsche Indische Padvinders Vereniging). Bahkan karena kedisiplinannya, Moewardi sampai diangkat menjadi kepala pasukan. Tetapi karena jiwa nasionalisnya yang tinggi, Moewardi mengundurkan diri karena dia tidak mau bersumpah setia kepada ratu Belanda. 
Kiri: lambang Pramuka Indonesia.
Kanan atas: Lambang kepanduan saat masa Belanda
Kanan bawah: lambang kepanduan dunia
Perlengkapan kepanduan milik Moewardi
Karena ketertarikannya pada dunia kepanduan, maka Moewardi bertekad untuk bergabung dan mendirikan organisasi kepanduan, karena kepanduan mampu membangun watak dan kepribadian pemuda menjadi pribadi yang berjiwa sosial, bergotong royong, dan bermental baja. Moewardi pun bergabung dengan Jong Java. Keterlibatannya dalam Jong Java pun membawa Moewardi menjadi ketua kepanduan di Jong Java dan akhirnya membawanya terlibat dalam Kongres Pemuda pada tahun 1928. Hasil dari kongres Pemuda ini adalah tercetusnya Sumpah Pemuda dan juga persatuan gerakan kepanduan yang selama ini berada dalam bendera masing-masing golongan. 
Kepengurusan Kepanduan saat itu. Dokter Moewardi ditandai dengan x.
Topi Pramuka masa itu.
Selain dalam bidang kepanduan, Moewardi sangat berdedikasi dengan pekerjaannya sebagai dokter. Dokter Moewardi lebih tertarik untuk menjadi dokter dan menolong orang-orang yang tidak mampu dan beliau sering disebut sebagai dokter gembel. Kecintaannya akan dunia kedokteran pun mendorong beliau dan teman-teman mendirikan sekolah kedokteran di Solo.
Peralatan kedokteran untuk memeriksa pendengaran
Peralatan kedokteran dan buku milik dokter Moewardi
Sesudah kemerdekaan, dokter Moewardi pun tetap aktif mempertahankan kemerdekaan walau beliau masih seorang dokter yang aktif membantu orang-orang yang tidak mampu. Tahun 1948, di saat kondisi di Jakarta sangat tidak stabil dan terjadi pertentangan ideologi di dalam negeri, sehingga muncullah pemberontakan-pemberontakan dalam negeri. Saat itu dokter Moewardi merupakan salah satu target penculikan. Pada tanggal 12 September 1948, anak buah dokter Moewardi mendesak dokter Moewardi untuk menetap di Kartasura agar mendapat perlindungan penuh. Tetapi beliau merasa tidak dapat meninggalkan tugasnya sebagai dokter THT. Beliau sangat yakin bahwa tidak akan ada orang Indonesia yang mau membunuh dia. Pada tanggal 13 September 1948, setelah makan pagi bersama dengan keluarganya, beliau bercerita tentang anak buahnya yang diculik dan ditemukan meninggal di Solo. Setelah selesai, beliau pun pamit pada istrinya dan pergi untuk bekerja. Tetapi siapa yang menyangka bahwa setelah itu tidak ada yang dapat menemukan beliau. Besar kemungkinannya beliau diculik dan sampai sekarang tidak ada yang mengetahui kabar beritanya.
Kata-kata dokter Moewardi
Kisah di pameran hanya sampai saat beliau diculik, dan sampai saat ini tidak diketahui siapa yang menculiknya. Ada yang mengatakan dokter Moewardi diculik orang luar, tetap ada juga yang mengatakan beliau diculik oleh para pemberontak dalam negeri. Sedih sekali membacanya. Betapa tidak, sosok yang begitu luar biasa hilang begitu saja tanpa kabar sampai sekarang. Mungkin jika beliau tidak diculik, beliau yang akan disebut bapak pandu Indonesia, mengingat sumbangsihnya dalam dunia kepramukaan.
Rumah dinas dokter Moewardi dan bagian RS yangsekarang menjadi mall Paragon Solo.
Apakah anak-anak mengerti kisah mereka? Belum tentu juga, tetapi mengenalkan sejarah dari kecil tentunya merupakan hal yang penting. Yang saya lihat, mereka menikmati melihat alat-alat kedokteran, kepanduan, dan gambar Hoka-Hoka Bento =D

Museum Sumpah Pemuda
Jl. Kramat Raya No. 106
Jakarta 10420 Indonesia
Telp. (62-021) 3103217, 3154546
Fax. (62-021) 3154546
e-mail : museumsumpahpemuda@yahoo.com
http://www.museumsumpahpemuda.com
Jam operasional: 08.00 - 15.00, tutup di hari Senin.
HTM: Rp 2.000 - Rp 3.000,00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar