Entah muka saya ini begitu teduh ataukah muka saya cocok untuk menjadi teman curhat, saya seringkali menjadi tempat orang curhat. Saat saya masih sekolah, sering teman saya curhat akan kekesalan hatinya yang selalu dibandingkan dengan saudaranya, temannya, dan juga tetangganya. Saat saya masih mengajar dulu, seringkali anak-anak murid saya bercerita bahwa orang tuanya memaksa dia les ini itu supaya dia tidak ketinggalan dengan teman-temannya. Jadi yang saya lihat anak ini dari kecil sudah les ini itu dan tidak boleh kalah dengan temannya. Saat itu saya masih belum menikah, jadi empati saya terhadap mereka lebih besar, karena saya sendiri tidak pernah dipaksa untuk mengalahkan teman oleh orang tua saya, walau saya selalu dibanding-bandingkan dengan saudara saya yang memang luar biasa hebat (ups curcol).
Saat saya menjadi ibu, saya melihat kecenderungan ini sangat sering dimiliki oleh ibu-ibu muda. Diawali oleh ketakutan anaknya tidak dapat bersaing di dunia nyata, bahkan dari saat mereka masih bayi, maka banyak ibu muda yang memasukkan anaknya ke les ini itu dari bayi. Tidak heran banyak les-les yang isinya anak baru lahir, dan terkadang les-les yang berjudul mom and me jadi berisi nanny and me, walau mamanya si anak tidak bekerja.
Salah tidak sih? Menurut saya sih tidak salah, tergantung cara pandang, kesepakatan dan budget masing-masing keluarga. Tetapi jika alasannya adalah habis si ini sudah bisa itu sedangkan anak saya belum bisa, atau dulu kakaknya bisa ini masak adiknya tidak bisa, atau kalau alasannya dulu papanya umur segitu sudah jago baca masak anaknya tidak bisa; tentu saja tidak baik.
Setiap anak diciptakan unik, tidak ada yang sama loh. Bahkan anak kembar identik pun dapat memiliki sifat yang berbeda. Oleh sebab itu kasihan sekali kalau anak-anak ini harus menjadi seperti si ini atau si itu. Apalagi bagi anak-anak, masa kecil mereka tidak dapat terulang. Akan sangat kasihan jika mereka harus sibuk berlomba demi orang tua mereka.
Duo Lynns, walaupun sama-sama perempuan, mempunyai sifat yang berbeda. Seperti selayaknya anak pertama dan anak kedua, akan ada tantangan tersendiri saat mengurus. Terkadang saya mau meledak juga menghadapi tingkah mereka. Kalau misalkan si kakak mudah sekali diberi tahu, maka si adik terkadang memerlukan teriakan tambahan untuk membuat dia menghentikan aktifitas yang berbahaya. Cara belajarnya pun berbeda, kami tidak mungkin melakukan pola yang sama kepada si adik. Tetapi kami berusaha untuk tidak membandingkan adik dengan kakak karena bagi kami mereka sama-sama istimewa. Membandingkan pun dilakukan untuk menemukan cara pendekatan yang sesuai dengan masing-masing anak dan tidak di depan anak.
Satu hal yang saya lihat adalah setiap anak akan dapat mencapai atau melakukan sesuatu, hanya saja waktunya yang berbeda. Contoh yang gampang adalah seperti ini. Ada anak yang umur 2,5 bulan sudah tengkurap, ada anak yang umur 3 bulan baru tengkurap, dan ada anak yang umur 5 bulan baru tengkurap. Pada dasarnya semua anak itu bisa tengkurap, hanya saja waktunya yang berbeda-beda. Dengan kata lain, masalah kesiapan setiap anak berbeda dan itu memang tahapan yang harus dilalui dalam perjalanan hidupnya. Jadi, tidak perlu dipaksa.
Beda lagi dengan bakat. Setiap orang mempunyai bakat yang berbeda dan rasanya si anak akan menderita jika dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai bakatnya ataupun minatnya. Oleh sebab itu, daripada menyuruh anak ikut ini itu karena si anu bisa ini itu, lebih baik memasukkan anak-anak sesuai bakat dan minatnya. Memang kalau anak masih kecil terkadang kita harus memasukkan mereka ke berbagai les keterampilan untuk melihat minat, tetapi sebaiknya jangan sampai membuat mereka stres.
Saat saya menjadi ibu, saya melihat kecenderungan ini sangat sering dimiliki oleh ibu-ibu muda. Diawali oleh ketakutan anaknya tidak dapat bersaing di dunia nyata, bahkan dari saat mereka masih bayi, maka banyak ibu muda yang memasukkan anaknya ke les ini itu dari bayi. Tidak heran banyak les-les yang isinya anak baru lahir, dan terkadang les-les yang berjudul mom and me jadi berisi nanny and me, walau mamanya si anak tidak bekerja.
Salah tidak sih? Menurut saya sih tidak salah, tergantung cara pandang, kesepakatan dan budget masing-masing keluarga. Tetapi jika alasannya adalah habis si ini sudah bisa itu sedangkan anak saya belum bisa, atau dulu kakaknya bisa ini masak adiknya tidak bisa, atau kalau alasannya dulu papanya umur segitu sudah jago baca masak anaknya tidak bisa; tentu saja tidak baik.
Setiap anak diciptakan unik, tidak ada yang sama loh. Bahkan anak kembar identik pun dapat memiliki sifat yang berbeda. Oleh sebab itu kasihan sekali kalau anak-anak ini harus menjadi seperti si ini atau si itu. Apalagi bagi anak-anak, masa kecil mereka tidak dapat terulang. Akan sangat kasihan jika mereka harus sibuk berlomba demi orang tua mereka.
Duo Lynns, walaupun sama-sama perempuan, mempunyai sifat yang berbeda. Seperti selayaknya anak pertama dan anak kedua, akan ada tantangan tersendiri saat mengurus. Terkadang saya mau meledak juga menghadapi tingkah mereka. Kalau misalkan si kakak mudah sekali diberi tahu, maka si adik terkadang memerlukan teriakan tambahan untuk membuat dia menghentikan aktifitas yang berbahaya. Cara belajarnya pun berbeda, kami tidak mungkin melakukan pola yang sama kepada si adik. Tetapi kami berusaha untuk tidak membandingkan adik dengan kakak karena bagi kami mereka sama-sama istimewa. Membandingkan pun dilakukan untuk menemukan cara pendekatan yang sesuai dengan masing-masing anak dan tidak di depan anak.
Satu hal yang saya lihat adalah setiap anak akan dapat mencapai atau melakukan sesuatu, hanya saja waktunya yang berbeda. Contoh yang gampang adalah seperti ini. Ada anak yang umur 2,5 bulan sudah tengkurap, ada anak yang umur 3 bulan baru tengkurap, dan ada anak yang umur 5 bulan baru tengkurap. Pada dasarnya semua anak itu bisa tengkurap, hanya saja waktunya yang berbeda-beda. Dengan kata lain, masalah kesiapan setiap anak berbeda dan itu memang tahapan yang harus dilalui dalam perjalanan hidupnya. Jadi, tidak perlu dipaksa.
Beda lagi dengan bakat. Setiap orang mempunyai bakat yang berbeda dan rasanya si anak akan menderita jika dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai bakatnya ataupun minatnya. Oleh sebab itu, daripada menyuruh anak ikut ini itu karena si anu bisa ini itu, lebih baik memasukkan anak-anak sesuai bakat dan minatnya. Memang kalau anak masih kecil terkadang kita harus memasukkan mereka ke berbagai les keterampilan untuk melihat minat, tetapi sebaiknya jangan sampai membuat mereka stres.
Jadi, mari kita ingat bahwa setiap anak istimewa dan masa kecil mereka tidak akan terulang. Mari kita isi memori masa kecil mereka dengan hal yang indah dan bukan dengan perlombaan terhadap saudara, teman, atau bahkan diri kita sendiri. Saya jadi teringat lagu berikut.
I am very special
There's no one just like me
God has made me special
There's no one just like me
Tengkyu mba tulisannya. Saya lagi juga bingung sm progress anak saya yg belum bisa pegang makanan sendiri. Memang tak bisa dipaksakan dan dibandingkan ya, semua insya Allah akan bisa.
BalasHapusHi mbak.... Salam kenal ya:)
BalasHapusUmur berapa mbak anaknya?
Iya, masing2 anak beda2. Ya pelan-pelan diajari. Kadang masalah kesiapan anak berbeda2 sih mbak. Semangat ya mbak ;)