Bulan lalu kami mengadakan homeschool
meeting per
3 bulan atau triwulan. Berbeda dengan Mom n Kids Meeting yang
diadakan setiap bulan, di pertemuan triwulan ini diharapkan ayah-ayah dapat
datang dan orang tua diperlengkapi. Pada pertemuan triwulan kemarin, kami
diperlengkapi oleh keluarga Badudu. Kami bersyukur untuk waktu yang disediakan
bagi kami, di tengah kesibukan beliau-beliau ini. Tema yang diangkat kali ini
adalah mengenai Father’s
Legacy atau
jika diterjemahkan menjadi Warisan Ayah. Berikut adalah sedikit ringkasan dari
pertemuan kami saat itu. Tentu saja mendengar langsung dari yang bersangkutan
akan lebih enak dan lengkap. Artikel ini dibuat supaya kami mudah untuk
menyimpan catatan kami, dan juga gagasan yang muncul saat mendengarkan beliau,
dalam bentuk elektronik dan dalam bahasa kami.
Topik warisan memang selalu
hangat dan sedang hangat-hangatnya dibicarakan dalam masyarakat kita. Di kamus
bahasa Indonesia
(kbbi.co.id), kata warisan berasal dari kata
waris yang berarti orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang
telah meninggal. Warisan didefinisikan sebagai sesuatu yang diwariskan. Apa
saja sih yang dapat diwariskan?
Sedangkan legacy lebih
cenderung kepada meninggalkan sesuatu di dalam seseorang, seperti hidup dalam
kebenaran, mengasihi firman Tuhan, mempunyai iman yang kuat, dan sebagainya.
Sebagai orang tua, yang paling ingin dilihat saat anak-anak dewasa adalah
mereka hidup dalam kebenaran, seperti dalam 3 Yoh 1:4. Sebab jika mereka
hidup dalam kebenaran, maka akan ada hal-hal yang luar biasa yang Tuhan
sediakan anak-anak kita. Untuk melihat mereka berhasil dan hidup dalam kebenaran,
maka apakah yang harus dilakukan orang tua? Peran kita sebagai orang tua,
khususnya Ayah, adalah menyampaikan kebenaran tersebut setiap saat dan dalam
segala keadaan sehingga anak-anak kita mencintai Firman Tuhan (Ulangan 6:4-9,
Mazmur 1:1-3). Jika kita sebagai
keluarga hidup dalam kebenaran, maka segala hal, termasuk keberhasilan, akan
diukur dengan prinsip Firman Tuhan.
Satu point penting yang beliau sampaikan adalah saat kita menarik anak dari
sekolah dan memilih homeschooling bukan karena kita ingin menjadi pesaing bagi
sekolah yang ada. Homeschooling pasti lebih melelahkan bagi orang tua, tetapi
ada sukacita tersendiri saat kita melakukan panggilan kita dan kita dapat mewariskan kebenaran dalam hidup mereka. Melalui
homeschooling kesempatan kita untuk menanamkan kebenaran akan lebih besar. Tentu
kesempatan yang sangat berharga bukan. Jadi bagi setiap kita yang mendapatkan
panggilan itu, jalankan saja panggilan tersebut dan setialah dengan panggilan
itu, maka Tuhan akan memperlengkapi kita. Kami seakan deja
vu, karena biasanya kami sering berkata seperti ini kepada siapapun yang
bertanya kepada kami. Dengan
kata lain, kata-kata beliau seakan memperteguh pemikiran-pemikiran kami. It's
a calling and we don't need human's approval.
Apakah yang menjadi prioritas warisan Ayah kepada anak? Yang pertama adalah
hubungan Ayah yang bersifat pribadi dengan Allah. Semakin dalam hubungan Ayah
dengan Allah, semakin besar hal yang dapat diwariskan pada anak. Bukan berarti
sang ayah sangat sempurna. Namanya juga manusia, terkadang dapat 'khilaf',
tetapi anak dapat melihat perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik pada
Ayah. Apakah dampaknya pada anak? Anak lebih mudah bertumbuh di dalam iman,
anak lebih mudah terlibat dalam pelayanan, dan anak lebih besar kemungkinannya
untuk berhasil sesuai dengan kriteria di Mazmur 1 diatas.
Yang kedua adalah hubungan Ayah yang dekat dan saling mengasihi dengan Ibu.
Jika anak melihat kasih antara Ayah dan Ibu begitu besar, maka anak lebih
terbentuk menjadi pria atau wanita atau sesuai dengan kodratnya. Selain itu
anak lebih fasih dalam pergaulan sosial dan lebih mudah memperlakukan lawan
jenis sebagaimana mestinya. Jika ibu lebih dominan, biasanya si anak perempuan
akan lebih dominan. Apapun temperamen yang dimiliki oleh sang Ibu, tetap
seorang Ibu harus tunduk pada otoritas Ayah.
Seringkali Ayah menyerahkan urusan pendidikan kepada sang Ibu, dengan
asumsi yang penting Ayah menyediakan dananya. Peran Ayah tentu saja bukan hanya
sebagai sumber ATM keluarga, tetapi Ayah juga harus mempunyai hubungan dengan
anak. Beliau berkata seringkali beliau menjumpai keluarga yang Ayah dan Ibunya
dari muda sibuk melayani bahkan sampai menikah pun masih melayani. Tetapi
mereka sibuk melayani dan ayahnya menyerahkan urusan anak-anak hanya kepada
Ibu. Dan akibatnya anak-anaknya berantakan. Bahkan saat anak-anaknya
berkeluarga, keluarganya pun berantakan. Kami pun sering melihat hal seperti
itu. Orang tua yang sibuk melayani dan anak-anak yang tidak terurus atau bahkan menyuruh orang untuk mengurus anak mereka. Menurut kami, kata kuncinya adalah walaupun kita melayani bukan berarti
kita sibuk melayani dan membiarkan anak kita atau meminta anak kita diurus orang lain. Oleh sebab itu orang tua boleh melayani, hal ini dapat mendorong anak agar ingin melayani saat mereka besar, tetapi tetap tanggung jawab ada di Ayah dan Ibu. Peran orang tua harus jelas.
Yang ketiga adalah hubungan Ayah
yang dilandasi saling percaya dan saling membangun dengan anak. Semakin besar hubungan ayah dengan anak, maka anak
akan berkembang maksimal sesuai dengan potensinya. Selain itu dengan adanya
peran Ayah yang tepat, maka anak lebih mudah terbentuk menjadi percaya diri dan
anak mudah percaya dan taat kepada Allah.
Untuk dapat menyampaikan kebenaran dan legacy itu
terhadap anak-anak, antara Ayah, Ibu dan anak-anak harus ada hubungan yang kuat
dan dekat. Hubungan yang dekat ini mempermudah proses legacy kepada
anak-anak kita. Dan ayah sangat berperan penting dalam hal ini. Salah seorang
senior saya di pelayanan anak (yang juga berkecimpung dengan dunia pendidikan
anak) pernah mengatakan akan mudah bagi seorang anak menyayangi ibunya, karena
sudah ada koneksi yang dibangun sejak anak masih dalam kandungan. Jadi kalau
ibu marah ke anak, anak tidak akan menyimpan lama. Tetapi akan berat bagi
seorang ayah. Anak lebih mudah mengingat 'dosa' ayah. Itulah sebabnya penting
bagi seorang ayah untuk membangun hubungan dengan anak. Dan saat kemarin, hal
ini juga disampaikan lagi.
Bapak Rizal dan Ibu Rina juga
memberikan beberapa alternatif metode untuk membangun hubungan antara ayah
dengan anak yang pernah mereka terapkan. Diantaranya:
1. Buku komunikasi dengan anak
Kecenderungan seorang ayah untuk ngomel saat anak berulah biasanya besar. Daripada
meledak dan marah, dan membuat hubungan tambah kurang baik, maka alternatif
buku komunikasi ini dapat menjadi solusi. Contoh yang beliau berikan, saat
anaknya berulah, beliau memberikan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
ulah anak tersebut dan anak tersebut menjawab. Secara tidak langsung si anak
jadi cool
down dan
berpikir dengan tenang. Sedangkan si ayah tidak perlu emosi sekali dengan anak.
2. Surat cinta
untuk anak
Surat cinta disini tidaklah panjang seperti yang dibayangkan bapak-bapak. Cukup
cari gambar, print dan
berikan tulisan di dalamnya. Seperti encouragement, pujian,
tanda sayang dan sebagainya. Jadi bagi bapak-bapak yang bahasa kasihnya bukan
kata-kata atau yang tidak punya bakat menggombal, seperti si papa, tidak usah
takut untuk membuatnya.
3. Materi bacaan bersama
Acara membaca bersama yang dilakukan secara rutin dapat membangun ikatan
yang kuat. Kami pun melihat manfaat dari kegiatan membaca bersama dari saat
mereka masih di dalam kandungan, dengan intonasi yang seru, sangat diminati Duo
Lynns.
4. Aktivitas one-on-one secara
rutin
Bagi keluarga yang memiliki anak laki-laki, aktivitas ini dapat dilakukan
dalam bentuk olahraga. Sedang bagi keluarga dengan anak perempuan, acara hang
out bersama
ayah dapat menjadi contoh aktivitas ini. Saat ayah dan anak perempuan melakukan
acara hang
out, yang sederhana seperti makan ice cream berdua,
ayah dan anak dapat menggunakan waktu untuk mengobrol ini itu tanpa adanya
omelan. Aktivitas one-on-one juga dapat dilakukan oleh
kedua orang tua. Tentu saja setiap keluarga punya keunikan masing-masing. Kalau
bagi kami, tidak harus keluar rumah, tetapi dapat dilakukan dengan meluangkan
waktu bersama saat anak-anak sudah tidur. Kami dapat ngobrol sambil nyemil atau
minum teh.
5. Bermain bersama
Acara bermain bersama dewasa ini mulai agak langka. Bahkan ayah sibuk
bermain gadget dan
anak bermain gadget.
Acara ini harus diset waktunya, karena jika tidak diset kecenderungannya akan
tidak berjalan dan akhirnya kembali sibuk dengan gadget-nya.
Selain yang diset waktunya, yang spontanitas juga boleh dilakukan. Dengan
adanya permainan yang dapat dimainkan bersama, ikatan perasaan antara ayah dan
anak terjalin dengan baik.
6. Banyak mengobrol dan bergaul dengan teman anak-anak
Seringkali orang tua tidak mengenal sahabat dari anak-anaknya. Tetapi jika
orang tua mengenal teman-teman anak-anak mereka, anak-anak akan merasa bahwa
orang tua mengenal mereka dan teman-temannya dan merasa bahwa teman
mereka juga penting bagi orang tua mereka.
Kami sendiri punya kecenderungan bercakap-cakap dengan setiap teman
anak-anak, baik di gereja maupun di tempat les. Bagi kami, saat kami mengantar
anak ke tempat les atau kelas di Sekolah Minggu, kami tidak langsung
meninggalkan anak atau langsung menyuruh mereka masuk sendiri sementara kami
menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan orang-orang dewasa lainnya. Kami
menyediakan waktu 5 sampai 10 menit untuk berbincang-bincang dengan teman-teman
mereka (baru setelah itu berbincang-bincang dengan orang dewasa lainnya), bahkan
mereka dengan senang hati bercerita dari A sampai Z kepada kami. Jika mereka
melihat kita menjadi temannya teman mereka, otomatis bahan pembicaran antara
kita dengan anak-anak lebih banyak lagi. Bahkan kami dapat mendoakan
teman-teman mereka, karena naturnya anak kecil senang mendoakan siapapun yang
mereka temui. Kami dapat mengetahui karakter teman-teman mereka. Dan saat
mereka ABG, masa dimana penuh rahasia dengan orang dewasa, teman-teman mereka
pun nyaman bercakap-cakap dengan kita.
7. Cari dan usahakan untuk lakukan hobi yang sama
Untuk yang satu ini sering kali ada unsur rekayasa. Usahakan ada minimal
satu hobi yang sama atau kesukaan yang sama. Selain mempermudah urusan les,
tentu saja ada bahan pembicaraan yang sama.
8. Bekerja bersama
Urusan rumah tangga dapat menjadi alat pengikat antara Ayah dengan anak. Adanya
pembantu bukan berarti anak tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah. Biasakan
anak melakukan bersama, seperti memasang pohon natal atau membersihkan rumah.
Dan biasanya saat anak melihat kita melakukan pekerjaan rumah, tanpa disuruh
pun mereka ingin untuk terlibat dalam pekerjaan tersebut.
9. Melatih anak dalam beberapa keterampilan
Keterampilan di sini bukanlah keterampilan yang rumit. Cukup sederhana saja
tetapi dapat membuat ayah dan anak menghabiskan waktu bersama.
10. Usahakan sebanyak mungkin hadir dalam aktivitas anak, terutama dalam
acara yang spesial
Kehadiran Ayah dalam acara yang istimewa mempunyai arti penting bagi anak.
Dengan adanya perencanaan dan jadwal yang ada, maka Ayah yang sibuk pun dapat
hadir dalam acara yang spesial.
11. Membaca Alkitab bersama
Membaca Alkitab bersama akan menjadi ritual jika hubungan antara Ayah dan
anak tidak pernah terbentuk. Dengan kata lain, untuk dapat melakukan ini,
hal-hal diatas sudah harus terjalin sehingga hubungan antara Ayah dan anak
sudah terbentuk. Acara membaca Alkitab bersama pun dapat dilakukan sejak
anak-anak masih dalam kandungan. Saat mereka masih kecil pun acara membaca
Alkitab dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka membaca.
Di keluarga kami, kakak mempunyai renungan di pagi hari dengan menggunakan
Kiddy, sementara adik menggunakan Alkitab bergambar. Dan di malam hari, kami
bersama-sama membaca lagi yang dipimpin oleh papa. Dan biasanya saat membaca Alkitab secara bersama-sama, akan muncul pertanyaan-pertanyaan tidak terduga =D
12. Bertumbuh dan melayani
bersama
Anak-anak tahu bahwa orang tua
mereka bukanlah orang tua yang sempurna. Tetapi anak akan melihat bahwa ada
perubahan-perubahan yang dapat dilihat dari orang tua. Ini berarti baik orang
tua maupun anak bertumbuh bersama. Acara melayani bersama juga merupakan suatu
kebahagiaan bagi anak-anak. Pemahaman bahwa kita melayani karena Tuhan baik
bagi kita bukan karena kita mampu harus ditanamkan kepada anak-anak sehingga ke
depannya anak-anak sadar melayani karena kasih pada Tuhan.
Kedua belas hal diatas tidak
harus dilakukan sekaligus, tetapi bisa dipilih yang mana yang harus dilakukan
terlebih dahulu. Kalau bagi kami, buku komunikasi dan surat cinta menjadi sesuatu yang baru bagi
kami. Biasanya sih hanya mama yang suka membuat surat cinta bagi anak-anak. Tetapi ternyata
jika Ayah yang membuat terasa berbeda sekali.
Semakin banyak hal yang dapat
dilakukan bersama dengan anak, maka akan semakin mudah Ayah memberikan
'warisan' atau legacy tersebut.
Lalu, apakah Ibu tidak berperan apa-apa? Tentu saja ada. Kita sebagai Ibu dapat menopang para Ayah dalam
melaksanakan tugasnya :)
sumber foto: focus on the family.
Tulisan yang dalam dan begitu berisi mbak. Saya setuju dengan apa yang mbak tulis, hehehe...
BalasHapusThank you :)
HapusSebagian merupakan materi yang disampaikan oleh senior kami, dan memang isinya sama dengan apa yang kami pikirkan :)