Saat anak-anak beranjak remaja, sama seperti kita saat remaja, mereka mulai memasuki masa mencari identitas diri. Dan tentunya masa-masa
seperti ini teman (atau bahkan guru) terasa lebih benar daripada orang tua. Peer pressure atau tekanan dari teman akan menjadi nomor satu karena mereka ingin diterima oleh teman mereka. Homeschooler mungkin
tidak begitu merasakan peer pressure tersebut. Tetapi pasti tetap ada masa-masa
dimana para remaja ini mulai galau.
Disaat seperti inilah kita sebagai orang tua harus mulai lebih peka dan dapat memosisikan kita sebagai teman. Memang dulu saat masih bekerja, dunia remaja sudah menjadi bagian dalam kehidupan saya. Bagi saya mendengarkan uneg-uneg dan mimpi mereka dan dapat membagikan hidup dengan mereka merupakan hal yang menyenangkan. Sebagian dari mereka ingin agar orang tua mereka dapat memahami mereka dan tidak terlalu memaksakan kehendak pada mereka.
Disaat seperti inilah kita sebagai orang tua harus mulai lebih peka dan dapat memosisikan kita sebagai teman. Memang dulu saat masih bekerja, dunia remaja sudah menjadi bagian dalam kehidupan saya. Bagi saya mendengarkan uneg-uneg dan mimpi mereka dan dapat membagikan hidup dengan mereka merupakan hal yang menyenangkan. Sebagian dari mereka ingin agar orang tua mereka dapat memahami mereka dan tidak terlalu memaksakan kehendak pada mereka.
Tahun lalu entah mengapa saya
mendapatkan kesempatan untuk mendengar kisah-kisah tentang keluarga yang sudah
selesai homeschool dan juga keluarga yang anak-anaknya sedang ABG atau remaja. Ada keluarga yang lebih cepat mengantar si bungsu untuk memasuki dunia perkuliahan karena sudah mulai jenuh belajar sendiri. Ada juga yang akhirnya mem-postpone materi pelajaran karena si anak lebih tertarik kepada hal-hal non akademis. Setelah
berkali-kali mengobrol dan mengamati keluarga-keluarga homeschool yang
anak-anaknya sudah remaja, saya mendapatkan beberapa kesimpulan yang menurut
saya sangat berharga. Sengaja saya tuangkan ke artikel ini menjadi dokumentasi
saya sebagai persiapan jika Duo Lynns sudah remaja. Tentunya posisi sebagai orang tua dan posisi sebagai teman curhat anak remaja akan berbeda nantinya.
1.Tujuan homeschool bagi anak remaja.
Jika saat anak-anak masih kecil,
porsi kita dalam mendidik anak lebih besar. Kita meletakkan fondasi dalam diri
mereka. Meletakkan fondasi bukan berarti kita mengendalikan mereka, tetapi kita
lebih mengarahkan mereka kepada prinsip dan nilai yang seharusnya dimiliki mereka. Semakin besar berarti tujuan homeschool pun bukan lagi kepada meletakkan fondasi, tetapi
lebih kepada mempersiapkan mereka untuk berkarya sesuai dengan panggilan dan
tujuan yang Tuhan berikan bagi mereka. Jadi tidak berarti jika semua anak harus
excellent di semua bidang pelajaran. Kita dapat melihat kemampuan anak dan
mengarahkan mereka sesuai kapasitas mereka.
2. Toleransi terhadap hal-hal yang bukan prinsip.
Saat memasuki usia remaja,
anak-anak akan lebih membantah dibanding saat masih kecil. Hal ini wajar karena
memang fasenya mereka. Akan menjadi berat jika akhirnya hal yang kecil-kecil pun
menjadi permasalahan antara si anak remaja dan orang tua. Di masa-masa inilah
toleransi kita terhadap hal-hal yang bukan prinsip harus diperbesar. Namun saat
berhubungan dengan hal-hal yang prinsip, kita tetap harus berani untuk
mempertahankan value yang ada.
3. Fleksibitas dalam
pelajaran.
Di masa-masa remaja bakat dan minat anak
biasanya akan makin terlihat, bukan hanya yang berbau non akademis tetapi juga
yang berbau akademis. Saya jadi teringat murid-murid saya yang lemah di mata
pelajaran tertentu. Biasanya anak-anak ini akan berkata untuk apa belajar
trigonometri (untuk pelajaran matematika) toh nanti kerja tidak akan terpakai
karena mereka akan bekerja di bidang seni. Atau bagi yang tidak suka geografi
akan berkata untuk apa batas wilayah dihapalkan. Atau bagi yang lemah dalam bidang olahraga, seperti saya, pasti akan berpikir tidak masalah tidak dapat bermain voli ataupun basket, yang penting dapat berenang dan lari kalau dikejar orang (self defense mode on).
Walaupun benar saat mereka bekerja tidak akan terpakai, namun selama materi-materi ini menjadi syarat untuk ujian (kejar paket ataupun ujian lainnya), sebaiknya mereka tetap memelajarinya. Di titik ini kita harus lebih fleksibel. Alangkah tidak bijak jika kita tetap memaksa mereka untuk mendapatkan hasil tertinggi. Si anak tidak harus sampai nilai yang tinggi, namun selama dia dapat mengerjakan sampai standard yang diberikan, itu sudah cukup.
Walaupun benar saat mereka bekerja tidak akan terpakai, namun selama materi-materi ini menjadi syarat untuk ujian (kejar paket ataupun ujian lainnya), sebaiknya mereka tetap memelajarinya. Di titik ini kita harus lebih fleksibel. Alangkah tidak bijak jika kita tetap memaksa mereka untuk mendapatkan hasil tertinggi. Si anak tidak harus sampai nilai yang tinggi, namun selama dia dapat mengerjakan sampai standard yang diberikan, itu sudah cukup.
4. Tetap memberikan dasar bagi mereka walaupun mungkin bukan minat mereka.
Saya jadi teringat pernyataan dari Lee Binz, seorang penulis dan juga pelaku Homeschool mengenai homeschooling bagi anak remaja. Beliau mengatakan bahwa andaikan si anak tidak berencana untuk kuliah, tetaplah berikan si anak dasar untuk mempersiapkan anak ke jenjang selanjutnya karena remaja sering berubah pikiran. Oleh sebab itu, saat menghadapi homeschooler yang sedang remaja ini, tetaplah persiapkan mereka untuk hal-hal yang berbau akademis dan non akademis. Tetapi landasan dari semuanya adalah kasih kepada mereka dan bukan memaksakan keinginan kita.
Semakin saya mengingat relasi saya dengan murid-murid yang dulu pernah saya ajar dan curhat orang tua murid, semakin saya merasa memang menjadi orang tua tidaklah mudah. Dasar yang baik, disiplin yang sesuai, dan nilai moral yang tepat haruslah diberikan saat mereka masih kecil, bukan saat mereka sedang remaja. Bahkan walau sudah dibekali hal-hal tersebut pun anak remaja dapat bersikap yang antik. Sampai di titik inilah kita sebagai orang tua harus menyadari bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan kita dan Tuhan yang sanggup menjagai anak-anak kita. :)
Saya jadi teringat pernyataan dari Lee Binz, seorang penulis dan juga pelaku Homeschool mengenai homeschooling bagi anak remaja. Beliau mengatakan bahwa andaikan si anak tidak berencana untuk kuliah, tetaplah berikan si anak dasar untuk mempersiapkan anak ke jenjang selanjutnya karena remaja sering berubah pikiran. Oleh sebab itu, saat menghadapi homeschooler yang sedang remaja ini, tetaplah persiapkan mereka untuk hal-hal yang berbau akademis dan non akademis. Tetapi landasan dari semuanya adalah kasih kepada mereka dan bukan memaksakan keinginan kita.
Semakin saya mengingat relasi saya dengan murid-murid yang dulu pernah saya ajar dan curhat orang tua murid, semakin saya merasa memang menjadi orang tua tidaklah mudah. Dasar yang baik, disiplin yang sesuai, dan nilai moral yang tepat haruslah diberikan saat mereka masih kecil, bukan saat mereka sedang remaja. Bahkan walau sudah dibekali hal-hal tersebut pun anak remaja dapat bersikap yang antik. Sampai di titik inilah kita sebagai orang tua harus menyadari bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan kita dan Tuhan yang sanggup menjagai anak-anak kita. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar