Setelah sebelumnya kami membahas
karakter decisiveness di pertemuan perdana
kami di tahun ini, bulan Februari kemarin kami membahas karakter forgiveness. Forgiveness atau pengampunan didefiniskan sebagai menghapus semua
catatan orang-orang yang bersalah kepada saya dan kembali mengasihi mereka. Dengan kata lain, memaafkan berarti
mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain serta tidak menaruh dendam.
Setelah berdoa, auntie I menjelaskan kepada anak-anak mengenai forgiveness. Saat kita mengampuni maka kita
tidak akan melakukan pembalasan. Bagaimana caranya? Yang pertama adalah dengan
melepaskan segala rasa pahit terhadap orang tersebut, sehingga kita dapat
mengasihi mereka sepenuhnya. Yang kedua adalah percayalah bahwa Tuhan akan
bertindak, sehingga kita tidak perlu bertindak sendiri. Untuk anak kecil,
daripada membalas, lebih baik melaporkan kepada orang yang lebih dewasa, tetapi
jangan melebih-lebihkan. Yang ketiga adalah mencoba untuk memahami dia dan
mengerti apa kebutuhan dia. Ini juga
berlaku untuk kita sebagai orang dewasa loh.
Selanjutnya auntie T menjelaskan kisah di Alkitab tentang salah satu tokoh
yang mengampuni. Tokoh yang diambil adalah tokoh Yusuf. Yusuf mengasihi
saudara-saudaranya walaupun ia dibuang sampai ke Mesir. Bahkan setelah Yakub
meninggal, Yusuf pun tetap mengasihi saudara-saudaranya. Mengapa? Karena ia
mengampuni dan menghapus semua catatan kesalahan kakak-kakaknya.
Untuk membuat karakter ini lebih dimengerti, anak-anak bersama-sama membuat
snowflake. Di tengah-tengah
pembuatan, auntie T berkata bahwa kita seperti kertas ini. Guntingan-guntingan
kecil terhadap kertas ini menggambarkan kita yang seringkali disakiti. Tetapi
saat kita bersedia memaafkan, maka Tuhan mampu membuat hal yang menyakiti kita
menjadi sesuatu yang indah, sama seperti kertas pola snowflake yang dibuka. Andaikan kita mengeluh dan tidak mau
mengampuni, maka kita hanya akan menjadi kertas yang penuh guntingan saja.
Sebelum mengakhiri pertemuan kami, anak-anak bersama-sama menghapalkan ayat
hapalan yang ada dengan menggunakan gerakan. Setelah itu dilanjutkan dengan
acara fellowship.
Selain pembahasan di monthly meeting,
pembahasan ini juga kami lakukan di rumah. Saya mengilustrasikan mengampuni
dengan kegiatan yang sederhana, yaitu dengan menuliskan semua kesalahan yang
mungkin dilakukan oleh orang kepada kita di papan tulis. Saat kita bilang kita
mengampuninya, maka kita menghapus semua hal tersebut. Ilustrasi ini membuat
anak-anak mengerti bahwa saat kita mengampuni, tidak ada rasa sakit di hati
kita.
Mengampuni memang terlihat gampang, tetapi agak berat untuk melakukannya. Saat menjelaskannya kepada adik, adik
bilang dia takut untuk memaafkan orang lain. Memang saat orang bersalah kepada
dia, jika dia merasa sangat sakit, dia akan menangis dan tidak mau menerima
permintaan maaf. Hal ini karena dia sering merasa disakiti orang lain, dan
takut disakiti kembali. Hal yang wajar, karena kita sebagai orang dewasa pun
terkadang merasakan hal itu. Tetapi trauma seperti ini memang tidak boleh
dibiarkan berlanjut.
Bersyukurnya kami pembahasan ini dilakukan secara penuh selama sebulan, dan
masih berlangsung tentunya, sehingga adik belajar untuk menerima permintaan
maaf orang lain tanpa harus menangis. Mengampuni memang berat, namun saat kita
mengampuni, kita pun akan menjadi lebih enteng dan tidak pahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar