Minggu, 26 April 2020

When Everything Must Be from Home


Sudah hampir dua bulan ini masyarakat di Jakarta dipaksa menikmati yang namanya ‘Home Sweet Home’. Ya, dengan adanya pandemi covid-19, hampir semua kegiatan dilakukan di rumah, termasuk juga yang namanya belajar di rumah. Anak-anak yang biasanya pagi-pagi sudah diantar ke sekolah dan baru pulang hampir sore, atau bahkan malam karena banyak kegiatan setelah sekolah, sekarang dari pagi sampai malam ada di rumah.

Sebagian teman berkata kepada kami tentu kami sudah biasa saja dengan situasi semua ada di rumah. Memang karena anak-anak homeschooling, lalu papa bekerja di rumah, kami terbiasa semua ada di rumah. Tetapi tentu saja kondisi seperti ini sangat tidak nyaman bagi kami. Kami pun memaklumi uneg-uneg teman-teman yang ada.

Beberapa teman pun bercerita bahwa mereka sudah mau meledak setiap hari karena dipusingkan dengan tugas-tugas yang diberikan guru kepada anaknya. Istilahnya dipaksa homeschooling dengan tuntutan yang banyak. Belum lagi harus online untuk meet up dengan guru dan teman-temannya. Bukan hanya kuota, tetapi orang tua harus jago untuk set up dengan berbagai macam platform meeting. Tentunya hal ini bukan hal yang mudah.

Bagaimana dengan mama papa yang biasanya kerja, lalu sekarang harus kerja di rumah? Mereka pun pusing untuk membagi waktu karena ada di rumah dan juga harus rapat secara online dengan klien. Belum lagi kalau anaknya masih kecil-kecil, yang menyangka hari ini papa libur sehingga bisa bermain dengan si kecil.

Memang waktu-waktu ini bukanlah waktu yang mudah bagi siapapun. Dari segi finansial, banyak hal yang harus diketatkan. Dari segi hubungan dalam keluarga, karena setiap hari 4L (lu lagi lu lagi), malah gesekan jadi lebih sering dan akibatnya gesekan dan tuntutan setiap orang terhadap anggota keluarga yang lain menjadi meningkat. Tidak heran miskomunikasi lebih sering terjadi saat pandemi ini.

Kalau boleh dimisalkan, situasi yang tidak menentu ini dapat diibaratkan seperti kita sedang berlari marathon. Kita butuh persiapan dan stamina yang lebih karena kita belum tahu kapan akan selesai, apalagi jika melihat sebagian masyarakat seakan menyepelekan peraturan-peraturan yang diberikan pemerintah. Jadi kalau diawal saja bawaannya sudah stress, lelah, dan senewen, bisa-bisa kita sakit bukan karena covid, tetapi karena berada di dalam rumah terus.

Bagaimana cara menyiasati situasi yang mengharuskan semua di rumah dan semua dari rumah ini? Bagaimana caranya agar rumah betul-betul terasa sweet saat kita manis-manis di dalam rumah? Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan supaya kita tidak burn out dengan situasi yang ada.

1. Komunikasikan segala hal dengan semua anggota keluarga.
Komunikasi adalah kunci dari segala hal. Seringkali kita, terutama mamak-mamak, merasa pasangan kita harusnya tahu maunya kita. Tapi kita lupa, kita menikah dengan pria, yang lebih sering menggunakan logika daripada perasaan. Oleh sebab itu, komunikasikan dengan pasangan mengenai kesulitan-kesulitan yang ada. Buat kesepakatan bersama dan setelah itu komunikasikan dengan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

2. Libatkan anak-anak, termasuk urusan rumah tangga.
Sebagai orang tua, terkadang kita merasa anak-anak tidak perlu tahu banyak hal. Akibatnya kita dapat merasa burn out dengan keadaan yang ada. Apalagi kalau yang tidak ada asisten rumah tangga, si mama akan merasa lelah dengan semua kerjaan rumah tangga. Ada baiknya anak-anak pun diberikan tanggung jawab dan juga dilibatkan dalam urusan rumah tangga. Dan jika orang tua bekerja, maka anak-anak pun dapat diberi pengertian bahwa sama seperti mereka punya worksheet atau pekerjaan rumah yang harus dikerjakan, papa atau mama juga mempunyai worksheet yang harus diselesaikan.

3. Sesuaikan ekspektasi dengan kenyataan.
Rasa lelah yang dirasakan kita lebih sering karena poin ketiga ini. Sama seperti yang sering saya katakan mengenai ekspektasi saat homeschool, saat semua orang di rumah pun kita harus menyesuaikan ekspektasi dengan kenyataan. Hal ini memang berat bagi orang-orang yang perfeksionis, seperti saya misalnya. Tetapi kalau kita tidak melakukannya, maka kita akan lelah duluan. Jadi, alih-alih membuat ekspektasi yang agak gak menapak, lebih baik membuat target sesuai dengan kenyataan yang ada.

4. Berikan ruang untuk menerima hal yang tidak sesuai dengan rencana yang ada.
Bagi si pemikir dan si perencana, hal yang tidak sesuai dengan perencanaan adalah hal yang tidak menyenangkan. Bahkan saat kita sudah menyesuaikan ekspektasi dengan kenyataan, seringkali ada hal yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ada. Saat-saat seperti inilah dibutuhkan kebesaran hati untuk menerima keadaan yang ada dan belajar fleksibel dengan hal tersebut. Bagi kami, hal ini penting. Apalagi dengan adanya bayi. Walaupun kami terbiasa menerapkan rutin dalam pengasuhan anak sejak bayi, namun karena satu dan lain hal, rencana yang sudah disiapkan bisa berubah karena si bayi. Saya sendiri butuh waktu untuk menerima dan belajar fleksibel dan segera menyesuaikan dengan keadaan yang ada.

5. Selesaikan konflik atau sengketa yang ada sesegera mungkin.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya semua orang di rumah, gesekan akan lebih sering terjadi, baik antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, ibu dengan anak, ataupun anak dengan anak. Kami memilih untuk segera menyelesaikan konflik yang ada sesegera mungkin agar suasana menjadi lebih kondusif. Mengapa? Karena akan canggung jika ada perang dingin dalam satu rumah, terutama dalam jangka waktu yang lama. Bagaimana jika konfliknya karena si anak yang berulah atau kalau dalam bahasa Jawa dibilang ngerengkel? Kami biasanya mencoba memberikan pengertian. Untuk ini pun kadang harus gantian dengan pasangan, supaya kita tidak keburu meledak karena emosi dengan anak.
Well, sometimes it's true 
6. Sediakan waktu untuk memberi reward pada diri sendiri dan keluarga.
Setelah sibuk seharian dengan urusan rumah, sekolah, pekerjaan, dan teman-temannya, adalah hal yang wajar bagi kita untuk mendapatkan reward. Karena ibu merupakan barometer dalam rumah tangga, maka kewarasan itu sangat penting. Jadi boleh kok mencolong-colong waktu untuk menikmati kopi (dalgona juga boleh), makan mie instan (mie instan mentah dikremes juga boleh), chatting sebentar, baca berita, dan apapun juga yang membuat kita merasa relaks. Tapi jangan kebanyakan memberi reward pada diri sendiri ya, nanti kerjaan tidak selesai-selesai.

Selain itu, karena pandemi ini membuat kita tidak dapat keluar rumah, mungkin kita sebagai orang tua dapat mengadakan kegiatan bersama untuk membuat anak merasa senang ada di rumah. Tidak harus yang wah, misalkan membuat kue bersama, nonton bersama sambil makan popcorn, tidur bersama di hari-hari tertentu, dan sebagainya.
Aktivitas anak-anak 
7. Berdoa dan mengucap syukur untuk keadaan yang ada.
Walaupun berada di urutan ketujuh, tetapi ini yang harus dan wajib ada. Dalam menghadapi keadaan yang tidak menentu ini, hanya Tuhan yang dapat menjadi jawaban atas setiap persoalan kita. Doa dan ucapan syukur yang dinaikkan bersama-sama akan membuat kita sebagai keluarga dikuatkan kembali. Ingat bahwa Ia yang tidak terbatas mampu melakukan hal-hal yang terbatas bagi manusia.

Bagaimana dengan kami? Untuk urusan rumah tangga, kami tidak begitu pusing, karena kami terbiasa membagi tugas. Hanya saja, kami seringkali dikejar-kejar oleh Duo Lynns karena mereka mau mengepel lantai, masak, membuat kue, dan urusan rumah lainnya. Satu hal kami bersyukur mereka cukup senang membantu, tetapi terkadang pusing juga karena sudah seperti radio rusak yang ngoceh terus.

Dengan adanya bayi dan senior, kami jadi lebih ‘clean freak’. Apalagi karena kebanyakan beli online, maka dalam sehari si papa bisa mandi tiga kali. Belum lagi tiba-tiba banyak barang di rumah yang mendadak rusak. Kalau sedang tidak ada pandemi ini, kami pasti sudah memanggil teknisi untuk membetulkannya. Namun karena ada pandemi ini, urusan memanggil teknisi menjadi tidak semudah dulu.

Jadi, sambil menunggu masa-masa ini berlalu, mari kita manis-manis di rumah sambil bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan dan diri kita. Dan supaya jiwa kita tetap sehat, kita juga harus menjaga kewarasan dan keharmonisan dalam rumah kita.

This too shall pass....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar