"Rasanya kok homeschool tidak seperti yang kubayangkan ya."
"Kok bahan pelajaran kami tidak habis-habis ya, anak-anak seperti tidak belajar apapun."
"Aduh, waktu belajar yang enak bagaimana sih. Susah nih ngatur waktu anak-anak."
"Kok saya merasa bimbang ya, betul tidak ya pilihan saya untuk mengajar anak saya sendiri."
"Kenapa setelah liburan anak-anak lupa semua yang sudah mereka pelajari ya?"
"Kenapa setelah liburan anak-anak lupa semua yang sudah mereka pelajari ya?"
Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas pernah menjadi bagian dari pertanyaan kita saat memulai homeschool atau bahkan sekarang saat kita menjalankan homeschool. Apalagi saat melihat teman sesama homeschool yang anaknya sudah besar, kita mungkin ngebatin kok mereka bisa bertahan dalam menjalani homeschool.
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan-pertanyaan yang wajar bagi setiap homeschooler. Saat orang tua melihat perkembangan anaknya, terkadang ada ketakutan, keraguan dan kebimbangan. Apalagi saat teman-teman yang anaknya sekolah di sekolah umum selangkah lebih maju dibanding anak-anak kita. Ada beberapa tips yang mungkin bisa membantu untuk mengatasi kebingungan-kebingungan saat menjalani homeschool.
1. Saat keadaan tidak seperti yang diinginkan, ingatkan diri kita sendiri bahwa saat kita memilih melakukan homeschool kita tahu bahwa ini adalah panggilan kita.
Seperti kata-kata yang kami gunakan saat kami memulai homeschool, homeschool adalah panggilan. Kami melakukan homeschool bukan untuk membuktikan kepada sekeliling kami, tetapi kami memilih homeschool sebagai cara kami mendidik anak-anak kami karena kami tahu ini adalah panggilan bagi kami. Ada masa-masa homeschooler merasa ingin kabur, terutama kalau yang lagi diajar lagi tidak mau bekerja sama, situasi rumah yang tidak kondusif, dan sebagainya. Tetapi saat kita mengingat panggilan kita dan visi kita saat memilih homeschool, maka perasaan tidak aman (insecure), kebimbangan, dan keraguan yang muncul dapat kita hadapi. Kita akan tetap dapat berdiri jika kita tahu dengan pasti kita melakukan panggilan kita. Dengan kata lain, fokus pada tujuan dan panggilan kita.
Salah satu quote favorit saya :) |
2. Berani bersikap tegas pada anak agar anak-anak tahu otoritas dalam keluarga ada pada orang tuanya.
Anak-anak ingin memegang kendali dalam segala hal, termasuk dalam hal belajar. Ada kalanya mereka lagi tidak mood belajar, lalu seribu satu alasan akan keluar untuk tidak belajar. Bagi kami, bersikap tegas adalah kunci menghadapi hal seperti ini. Seperti di salah satu ayat hapalan mereka: obey them that have the rule over you and submit yourself, maka anak-anak belajar untuk tahu siapakah otoritas di atas mereka saat mereka di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di tempat les, dan sebagainya. Sehingga saat mereka sedang 'kambuh', kami hanya mengingatkan bahwa saat belajar mereka harus taat pada kami sebagai guru dan orang tua mereka. Dengan demikian, keluhan saat belajar dapat dikurangi. Kami pun berusaha untuk membuat proses belajar mengajar semenarik mungkin dan akhirnya walau dimulai dengan cemberut, di tengah-tengah mereka dapat tersenyum dan diakhir pelajaran kami memuji ketaatan mereka dan menunjukkan saat mereka taaat dan tidak grumpy, semua berjalan dengan baik.
3. Temukan ritme homeschool yang tepat untuk keluarga kita.
Kita boleh bertanya kepada siapa saja mengenai rutin mereka saat melakukan homeschool. Tetapi yang harus kita ingat adalah setiap keluarga unik sehingga ritme yang sesuai dengan keluarga A belum tentu sesuai dengan keluarga kita. Atau bisa juga rutin keluarga A membantu kita menemukan ritme yang tepat bagi kita. Menemukan ritme yang tepat tentu saja tidak instan. Bisa jadi kita menemukan dalam 1 bulan, atau 1 semester, atau bahkan 1 tahun. Tetapi hal itu wajar.
Sama seperti orang kerja, biasanya ada yang namanya masa penyesuaian. Akan aneh rasanya jika baru mencoba kerja selama 1 minggu tetapi sudah berhenti bekerja karena merasa tidak dapat melakukan. Demikian juga dengan masa penyesuaian kita dalam menemukan ritme yang tepat. Jangan menyerah dengan cepat dan merasa tidak mampu.
4. Jangan menduplikat sistem di sekolah.
Sering kali teman-teman bercerita kepada saya sistem di sekolah yang sedemikian kompleks dan terkadang tidak masuk akal membuat mereka ingin menarik anak dari sekolah. Tetapi mereka berkata mereka tidak mampu untuk mengajar anak mereka di rumah. Nah ironisnya, terkadang homeschooler berusaha membuat proses belajar di rumah sama seperti di sekolah dengan PR, kuis, dan jam yang padat. Hal ini wajar karena kita terbiasa dengan sistem seperti ini. Hal ini pun tidak salah karena pasti ada hal-hal yang menarik yang dapat kita terapkan di rumah. Tetapi jangan sampai kita hanya berpaku pada duplikasi sistem sekolah dan lupa bahwa salah satu keistimewaan homeschool adalah kita bebas (tetapi tidak semaunya) membuat sistem yang dapat membuat anak mengerti materi yang ingin diajarkan dan mempersiapkan anak menghadapi dunia nyata dengan karakter dan pengetahuan. Jika kita akhirnya menduplikat sistem di sekolah, pastilah kita stres karena fasilitas di rumah kita tidak sama seperti di sekolah.
5. Fleksibel dengan jam yang ada.
Sebagai orang yang perfeksionis, saya adalah tipe orang yang senang membuat jadwal. Dengan adanya jadwal, list keperluan, dan segala macam yang berbau sistematis (termasuk saat jalan-jalan), saya akan merasa lebih tenang. Tetapi terkadang jadwal yang ada bisa jadi tidak dapat terpenuhi karena satu dan lain hal. Saat hal ini terjadi, diperlukan fleksibilitas menyesuaikan dengan keadaan yang ada. Bersyukurnya sebagai homeschooler, kita punya waktu 24 jam untuk bersama anak-anak. Yang artinya kita bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan maksimal, walaupun terkadang 24 jam ini juga berarti kepusingan yang tiada henti. Jadi jika jadwal sedikit tidak seperti yang seharusnya, kita dapat sesekali mengatur dan merubah jadwal yang ada dan menyesuaikannya dengan kebutuhan.
6. Ambil waktu untuk beristirahat sejenak.
Saya akui saat proses belajar mengajar pasti akan ada yang namanya senewen, apalagi bagi para mama-mama yang terkadang berurusan dengan namanya hormon. Anak-anak pun ada yang namanya mood. Terkadang kita sudah sampai sakit kepala menjelaskan sesuatu dan si anak tidak mengerti. Atau kita tahu bahwa si anak dapat mengerjakan tugasnya tetapi karena pikiran si anak sedang melanglang buana dan memikirkan hal lain, dia membuatnya salah-salah. Jika kita sudah sampai ke titik seperti ini, mungkin kita perlu untuk beristirahat sejenak (ditambah dengan minum dan pergi ke kamar mandi). Atau jika kita sudah mulai mau meledak, mungkin bisa juga menutup materi pelajaran hari itu dan menggantinya dengan buku mengenai karakter. Biasanya setelah rehat sejenak, baik kita maupun si anak sudah lebih tenang dan semua dapat berjalan lebih lancar. In conclusion, It's okay to take a break if you or they need it.
7. Temukan kekuatan dan kelemahan si anak.
Biasanya jika kita menganalisa kekuatan dan kelemahan seseorang, kita akan berfokus pada kelemahannya saja. Ada juga sih yang sebaliknya, kekuatannya diperhatikan, kelemahannya dibiarkan. Saat saya mengajar pun banyak sekali anak-anak yang kuat di satu bidang, tetapi lemah di bidang lain. Bagi saya, penting bagi kita mengetahui kekuatan dan kelemahan anak. Kekuatan atau kelebihan anak dapat dipertajam, tetapi kelemahan atau kekurangannya diperkuat. Saat memperkuat kekurangannya, karena kita tahu itu adalah kelemahannya, tentunya kita tidak perlu menggunakan emosi :)
8. Temukan mentor atau komunitas untuk berbagi.
Kami bersyukur kami mengenal homeschooling dari teman-teman, yang sudah seperti kakak kami sendiri. Kami melihat dari mulai anak-anaknya masih kecil hingga saat si anak sudah kuliah dan bahkan bekerja. Melihat perjuangan mereka untuk tetap konsisten dalam mendidik anak-anak mereka (anak-anaknya homeschool dari TK sampai SMA), walaupun dengan tangisan dan kegalauan di tengah-tengahnya, membuat kami bersyukur mempunyai mentor yang baik. Bukan hanya karena kami melihat kami mempunyai nilai-nilai dan prinsip yang sama, tetapi kami melihat prinsip-prinsip itu bukan hanya teori tetapi juga dipraktekan dengan tepat (bukan dipraktekkan dengan cara yang berlawanan). Kami boleh melihat anak-anak mereka tumbuh dewasa dengan karakter yang baik dari sejak mereka kecil.
Dan tentunya berjalan seorang diri tentu tidak menyenangkan. Kita tidak dapat menjalani ini sendiri dan memang kita tidak harus melakukan ini sendiri. Dengan adanya komunitas, kita mempunyai teman untuk berbagi, teman untuk mengingatkan kita, teman untuk menangis dan tertawa bersama, teman yang dapat ditanya ini itu dan dicontoh, mentor yang dapat diteladani, mentor yang dapat memberi nasihat, dan sebagainya. Selain itu, komunitas ini dapat menjadi media bagi anak-anak kita bersosialisasi, baik secara vertikal dan horisontal.
Sebagai penutup artikel ini, sebagai homeschooler terkadang kita kuatir akan banyak hal. Kita kuatir apakah anak-anak kita mampu bertahan di dunia nyata. Kita kuatir kita tidak memberikan yang terbaik bagi mereka. Kita kuatir penilaian orang di luar akan anak-anak kita. Kita kuatir mereka tidak menikmati ini dan itu. Dan sejuta kekuatiran dalam pikiran kita. Itu wajar, karena setiap orang tua ingin memberi yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi satu hal yang paling harus dimiliki dalam homeschool adalah kita sebagai orang tua content dengan apa yang ada dan fokus dengan panggilan kita. Saat kita content, kita dapat melakukan segala hal dengan lebih tenang dan menikmati setiap proses yang ada, walau kadang ada tangisan di tengah-tengah proses tersebut. Dan untuk menjadi content ini, tidak ada cara lain selain mencari Sumber yang bisa membuat kita menjadi content :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar