Sebagai negara yang pernah dijajah Belanda, pastinya ada peninggalan-peninggalan dari Belanda pada masa penjajahan yang masih melekat di negara ini. Apalagi dijajah selama 350 tahun. Salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih ada hingga sekarang adalah Kota Tua.
Sebetulnya hampir di setiap kota dengan pelabuhan pasti ada kawasan yang disebut Kota Tua. Sebut saja Kota Tua Semarang dan Kota Tua Surabaya. Dan uniknya setiap Kota Tua tersebut berdekatan dengan pecinan. Memang jika dilihat, arsitektur bangunan-bangunannya didominasi dengan gaya Eropa dan Cina.
Beos atau Stasiun Jakarta Kota dengan arsitektur Eropa. Sumber foto: pemprov DKI |
Demikian juga Kota Tua Jakarta. Kalau kata mbak wiki, kawasan yang memiliki luas sebesar 139 hektar ini melintasi area Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Oleh para penjajah Belanda, kawasan ini disebut Pearl of Orient atau Mutiara dari Timur. Karena keindahan kawasan ini, mereka pun berencana membuat Kota Tua menjadi salinan ibukota Belanda.
Kali ini kami dengan komunitas homeschool kami berencana melakukan field trip ke Kawasan Kota Tua. Biasanya jika berkunjung ke Kota Tua, ada lima museum yang dapat dikunjungi di sini. Ada Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Bank Indonesia, dan Museum Mandiri. Tapi kami memilih mengunjungi Museum Mandiri dan Museum Fatahillah.
Museum Mandiri. Sumber foto: Kompas |
Perjalanan kami saat field trip dimulai dengan berkumpul di parkiran Museum Mandiri. Dari sini kami mengunjungi Museum Mandiri terlebih dahulu. Museum ini terletak berseberangan dengan beos atau stasiun Jakarta. Walaupun gedungnya sudah berdiri sejak tahun 1933, namun penggunaan sebagai museum baru dimulai di tahun 2004.
Foto-foto tua |
Dulunya gedung ini digunakan oleh Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau kantor faktorij di Batavia. NHM merupakan perusahaan dagang milik Raja Willem I. selanjutnya NHM menjadi perusahaan yang bergerak di bidang perbankan. Di tahun 1960 NHM dinasionalisasi menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor, yang ke depannya dikenal dengan Bank Exim.
Baju tentara saat zaman Belanda |
Akibat krismon yang terjadi di
tahun 1998, maka di tahun 1999 Bank Exim ini merger dengan Bank Dagang Negara
(BDN), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bapindo menjadi Bank Mandiri. Sejak saat itu, gedung
ini terkenal sebagai milik Bank Mandiri. Sejak tahun 2004 gedung ini dipergunakan sebagai museum.
Diorama perbankan zaman dulu. |
Masa pembangunan |
Awalnya kami kira isi dari museum ini hanya tentang bank saja. Tetapi saat masuk ke dalam, kami disuguhi oleh video-video penjelasan dan juga rempah-rempah yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Kami baru tahu bahwa di museum ini dijelaskan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel. Sistem yang sangat berat bagi bangsa Indonesia ini dicetuskan oleh Gubernur Johannes Van Den Bosch di tahun 1830 ini bertujuan untuk mengisi kas uang Belanda yang terkuras akibat faktor internal di Belanda dan juga akibat revolusi Belgia.
Lagi dealing tender nih kayaknya. |
Di museum ini juga dijelaskan bagian perbankan yang dimulai dari mata uang Indonesia di awal kemerdekaan Indonesia. Oeang Republik Indonesia atau ORI secara resmi beredar di tahun 1946. Mata uang terkecil saat itu adalah Rp 100. Namun karena sulitnya pengedaran uang, maraknya pemalsuan uang, terganggunya percetakan uang, dan kebutuhan akan pecahan kecil jauh melebihi mata uang yang tersedia karena perang, maka muncullah ORIDA.
ORI dan ORIDA |
Hal ini terus terjadi sampai Konferensi Meja Bundar di tahun 1949 yang menetapkan Indonesia sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejak itu uang RIS pun dicetak dan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, menggantikan ORI dan ORIDA.
Salah satu bagian yang menarik saat kami lihat di sini adalah brankas yang ada di museum ini. Ada dua brankas besar yang kami lihat, yaitu brankas berisi emas dan brankas berisi koleksi mata uang. Salah satu pemimpin tour dari Museum Mandiri sempat bertanya kepada semua yang ada di sana mengapa brankas yang untuk emas lapisan pintunya tidak setebal yang untuk uang.
Yak, dipilih dipilih mau batangan yang mana =D (hasil foto oleh Auntie J) |
Awalnya kami kira karena jumlah uang lebih banyak dan lebih mudah diambil daripada emas. Ternyata faktor utamanya bukan itu. Yang ditakuti orang-orang zaman dulu adalah bencana alam. Misal terjadi tsunami, gempa, kebakaran, dan bencana alam lainnya. Jadi untuk mencegah asset hilang karena terbakar atau terkena air, maka dibuatlah pintu yang lebih tebal untuk yang brankas yang berisi uang.
Sedikit informasi tentang asal kata Bank dan Uang |
Hal menarik lainnya yang ada di museum ini adalah arsitektur kuno yang ada di sini. Banyak kaca patri dengan motif atau gambar yang sangat keren. Kalau kata anak-anak sih seperti yang di Beauty and The Beast.
Kaca dengan patri Dewa Hermes sebagai dewa perlindungan perdagangan dalam mitologi Yunani |
Karena susah foto aslinya, foto keterangan ini saja deh. |
Dikarenakan sudah mendekati jam istirahat makan siang, maka petugas yang ada meminta kami segera menuju ke lobby utama lagi. Di lobby utama ini, tas-tas yang dititipkan (tidak boleh membawa tas masuk, kecuali clear bag yang mereka sediakan) sudah siap untuk diambil kembali.
Serasa foto di Selasar Balairung UGM (edisi kangen almamater) |
Sekilas Info
Museum Mandiri
Alamat: Jl. Asemka No.1, RT.3/RW.6, Pinangsia, Kec. Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110
Jam operasional: 09.00 – 15.00
HTM: Dewasa Rp 5.000, Anak-anak Rp 3.000 (gratis jika ada kartu pelajar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar