Memasuki bulan Oktober, kembali
kami mendapatkan undangan dari Museum Sumpah Pemuda untuk melihat pameran tokoh
kemerdekaan. Kali ini tokoh yang diambil adalah Sarmidi Mangunsarkoro. Pasti
banyak yang tidak mengetahui beliau. Beliau adalah salah satu tokoh yang
berusaha memajukan pendidikan di Indonesia dan juga salah satu tokoh
Tamansiswa.
|
Bukti kehadiran kami =D |
Saat melihat udangan, adik
bertanya kenapa Sarmidi disebut Tokoh Tiga zaman. Kami pun menjelaskan tokoh
tiga zaman berarti perjuangan Sarmidi sudah dimulai sejak zaman Belanda, Jepang
dan sampai Indonesia
merdeka.
Sarmidi Mangunsarkoro lahir pada
25 Mei 1904 di desa Banyuanyar, kecamatan Colomadu, kotamadya Surakarta. Ayahnya, yang bernama
Mangunsarkoro, bekerja dalam lingkungan Kraton Kasunanan Surakarta sebagai
kepala desa Banyuanyar. Sarmidi merupakan anak kelima dari lima bersaudara.
Pada tahun 1929 Sarmidi
Mangkunsarkoro menikah dengan Sri Wulandari dan memiliki delapan anak, namun
anak pertamanya yang kembar meninggal dunia saat lahir. Sarmidi terkenal
sebagai pribadi yang hangat dan mengasihi keluarganya. Walaupun beliau sibuk,
namun beliau selalu meluangkan waktu untuk berlibur dengan keluarga. Dan beliau
senang mengajarkan anak-anaknya untuk hidup mandiri dan sederhana. Kesederhanaannya
pun nampak dalam penampilannya.
|
Sarmidi dan Sri Wulandari |
Sejak usia belia, Sarmidi sudah
melihat perbedaan kehidupan sosial antara golongan priyayi yang berkehidupan
cukup dan golongan rakyat jelata sebagai golongan yang tidak mampu di
lingkungan tempat tinggal orang tuanya. Sarmidi Mangunsarkoro mengikuti
pendidikan pada tahun 1914 di sekolah Ongko Loro yang terletak di Sawahan, Surakarta. Sarmidi melihat
sekali bagaimana golongan Bumiputera dibedakan dengan sekolah orang Eropa.
Setelah lulus, beliau melanjutkan
pendidiikan ke Sekolah Teknik Prinses
Juliana School
(ST-PJS) Yogyakarta pada tahun 1823. Jurusan
yang diambil adalah teknik bangunan air. Namun ternyata passion beliau juga ada
di bidang pendidikan. Di sini pun beliau sering berdebat dengan para pengajar
tentang kesetaraan dalam bidang pendidikan.
|
Baju yang selalu dikenakan Sarmidi sebagai ciri kesederhanaannya. |
Pada tahun 1926 Sarmidi
melanjutkan pendidikannya di sekolah Guru Arjuna di Jakarta. Di sekolah ini
Sarmidi ditempat sebagai calon pendidik. Dan setelah lulus dari sekolah Guru
Arjuna, Sarmidi kembali ke Yogyakarta dan
memutuskan untuk meniti karir sebagai pengajar di Taman Siswa. Beliau
menerapkan ilmu yang didapatnya saat belajar di Sekolah Guru Arjuna. Beliau
memberikan pendidikan karakter kepada para siswa, sesuai dengan budaya leluhur,
bukan budaya dari negara lain. Sarmidi juga mengajar secara demokratis dan
memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan
minat dan kemampuan mereka, sehingga membentuk para siswa menjadi manusia yang
berkepribadian, berkarakter, bertanggungjawab, dan menjunjung nilai-nilai
budaya yang luhur.
|
Anggota organisasi Theosofi. |
|
Sarmidi membawa Tamansiswa ke Jakarta |
|
Sekolah masa dulu, menonjolkan nilai budaya yang ada. |
Selain mengajar, Sarmidi juga
aktif dalam perjuangan dengan mendirikan organisasi Pemuda Indonesia cabang Yogyakarta
pada tahun 1927. Pemuda Indonesia
adalah salah satu organisasi pemuda yang bersifat nasional tanpa
membeda-bedakan suku dan agama. Karena gagasan inilah Sarmidi pun ikut dalam
Kongres Pemuda II yang akhirnya mencetuskan Sumpah Pemuda.
|
Tamansiswa |
|
Sekolah di masa dulu, menjunjung nilai budaya. |
Setelah Indonesia merdeka, di tahun 1947,
Ki Hajar Dewantara memberikan kepercayaan kepada Sarmidi untuk menetapkan azas
perjuangan pendidikan Tamansiswa. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, beliau
membentuk panitia yang diberi nama “Panitia Mangunsarkoro” dan berhasil
merumuskan dasar-dasar pendidikan Tamansiswa yang diberi nama “Panca Darma
Tamansiswa”.
|
Vandel Tamansiswa |
Visi Sarmidi dalam bidang
pendidikan adalah agar seluruh anggota masyarakat khususnya generasi muda,
dapat menempuh pendidikan yang sesuai dengan karakter dan budaya Indonesia.
Sarmidi konsisten dengan visi tersebut. Dan buah dari kerja kerasnya, beliau
dipercaya sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada kabinet
Hatta pada 1949, dan kabinet Halim pada 1950. Beliau juga memiliki andil besar
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, khususnya generasi
muda dengan menjadi salah satu pendiri Universitas Gadjah Mada (UGM), dan
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Prestasi terbesarnya selama menjabat
sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan adalah mengesahkan UU
no.4 tahun 1959 sebagai UU Pendidikan Nasional pertama di Indonesia.
|
Bersama dengan Ki Hajar Dewantara. |
|
Tahukah kamu? |
Pada tanggal 1 Juni 1957, saat
sedang menghadiri sidang di DPR, Sarmidi tiba-tiba dilarikan ke Rumah Sakit
Umum Pusat. Selama berada di RSUP, Sarmidi mendapatkan perawatan intensif.
Namun dikarenakan radang selaput otak, Sarmidi pun meninggal dunia pada 8 Juni
1957. Sebelum dibawa ke Yogyakarta, jenazah
Sarmidi disemayamkan terlebih dahulu di rumah duka di Jalan Jogja nomor 37
Menteng.
|
Penghargaan bagi Sarmidi yang diwakili anaknya. |
Jenazah Sarmidi Mangunsarkoro
dikebumikan di Taman Wijaya Brata Yogyakarta yang merupakan makam untuk
keluarga besar Tamansiswa. Sepanjang perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta,
atas permintaan masyarakat, kereta api yang membawa jenazah Sarmidi
Mangunsarkoro berhenti di setiap stasiun sebagai bentuk penghormatan terakhir
masyarakat kepada Sarmidi atas jasanya dalam bidang pendidikan dan pergerakan.
|
Nama jalan di daerah Menteng. |
|
Piagam yang diterima oleh Sarmidi |
|
Piagam Gelar Pahlawan bagi Sarmidi. |
|
Piagam dari Tamansiswa. |
Apa yang anak-anak dapatkan dari
mengenal kisah Sarmidi? Dari sosok Sarmidi, anak-anak melihat seorang pribadi
yang berusaha memajukan pendidikan di Indonesia tanpa memandang suku,
agama, ataupun golongan. Sarmidi secara konsisten menjaga kemerdekaan Indonesia
secara berdaulat. Sarmidi pun menunjukkan kesederhanaan yang bukan hanya slogan
tetapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.
|
Tembok penghargaan. Ucapan terima kasih dari masyarakat untuk Sarmidi Mangunsarkoro. |
|
Kuote dari Sarmidi. |
Pameran ini akan terus berlangsung hingga tanggal 3 November 2018. Bagi yang berminat, silakan saja langsung datang ke Museum Sumpah Pemuda ya.
|
Kenang-kenangan yang kami terima. |
|
Photo booth yang disediakan untuk pengunjung. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar