“Bu, apa perasaan ibu saat
pertama kali harus manis-manis di rumah?”
“Kak, kamu gak bosan ya jadi ibu rumah tangga?”
“Say, bagaimana caranya supaya tidak stress saat harus mengurus anak?”
Seringkali saya mendapatkan
pertanyaan seperti itu dari teman, adik kelas, dan murid-murid yang dulu saya
ajar. Bahkan dari keluarga besar pun muncul pertanyaan seperti itu. Pertanyaan
tersebut muncul karena sebagian dari mereka merasakan stress yang luar biasa
saat harus berganti profesi dari seorang yang aktif di luar rumah menjadi
seorang yang aktif di dalam rumah.
Saya pun pernah mengalami rasa
jenuh juga saat harus mengurus semua sendiri. Apalagi sejak kecil saya memang senang beraktivias dan sudah bekerja semenjak di bangku sekolah. Saat saya harus diam di rumah pun terkadang muncul rasa-rasa seperti untuk apa dulu mengambil
program pascasarjana, dengan biaya sendiri pula, kalau akhirnya terdampar di rumah
menjadi mbak ibu rumah tangga
yang harus mengurus semua sendiri.
Memang sebagai seorang perempuan,
kita pasti ingin juga berkarya di luar sana .
Namun saat kita memiliki anak, ada prioritas yang berbeda dari saat kita masih
belum memiliki anak. Kehadiran anak membuat kita ingin menginvestasikan waktu
kita untuk si buah hati. Namun namanya perubahan dari yang biasanya sibuk
mendadak harus manis di rumah, biasanya bisa kelayapan sesuka hati sekarang
jadi harus mengatur supaya si kecil tidak terbengkalai, dan segala macam
perubahan seperti itu biasanya membuat kita stress.
Seringkali kita merasa saat kita
mempunyai anak, rasanya kita seperti menghilang dan sayup-sayup terdengar lagu
di telinga kita kau bukan yang dulu lagi
(lebay mode on). Kita merasa
identitas kita, harapan kita, dan impian kita seakan mulai menghilang dan
tertutup dalam kesibukan dan rutinitas mengurus rumah, mengantar anak ke tempat
les atau ke sekolah (untuk yang anaknya bersekolah), mengurus ulangan si anak,
dan sebagainya. Lalu terbayang semua kejayaan masa lalu kita dan kita merasa
bahwa sekarang kita sudah tidak berguna lagi.
Eits...tunggu dulu. Tahu tidak sih moms, diatas
kesibukan seperti itu, kita punya panggilan yang jauh lebih mulia loh, bukan
hanya sekedar melakukan rutinitas untuk mengurus rumah dan anak. Panggilan kita
adalah memuridkan. Memuridkan siapa? Ya anak-anak kita. Kita memuridkan
anak-anak ini menjadi pribadi yang kuat, berkarakter, dan menjadi dampak
positif bagi sekeliling mereka. Kita memuridkan mereka, bukan supaya menjadi
pengikut kita, tetapi sebagai pengikut Dia, yang menjadi sumber dari segalanya.
Jadi bukan sekedar nganterin mereka
les, masak, dan sebagainya. Well, not bad
kan?
Saat saya bercerita tentang ini, sebagian akan merasa tapi kan saya gak
mengajar anak saya di rumah. Memuridkan bukan masalah anak belajar di rumah
atau tidak belajar di rumah. Tetapi ini adalah panggilan yang Tuhan berikan
kepada setiap ibu. Bagaimana caranya? Melalui tindakan yang kita lakukan, kita
memuridkan anak-anak secara tidak langsung.
Gampang-gampang susah memang. Apalagi saat anak-anak berulah. Kalau kata
teman saya, rasanya mau memasukkan anak-anak ini ke dalam perut lagi kalau
mereka menjawab saat dinasihati. Rasanya kita mau berteriak karena ulah mereka,
tapi ingat bahwa kita mengajarkan mereka supaya mereka sabar. Kita harus
menahan emosi karena sudah menasihati berkali-kali saat mereka nangis untuk
sesuatu yang rasanya tidak perlu ditangisi (untuk kita).
Dalam memuridkan mereka, pasti akan ada kegagalan. Saya pun sering kali melakukan kesalahan. Dan saat
melakukan kesalahan tersebut saya pun semakin menyadari bahwa usaha saya
sendiri tidak membuat diri saya menjadi ibu yang baik bagi anak-anak saya. Semakin
saya menggunakan usaha saya sendiri, saya semakin stress. Hanya kasih karuniaNya
yang memampukan saya untuk memuridkan anak-anak (yang masih dalam proses sampai
sekarang). Melalui proses dan pertobatan (setiap kali berbuat salah), saya pun
disadarkan bahwa hal ini juga membuat anak-anak sadar bahwa setiap orang bisa
membuat kesalahan. Tetapi saat kita mengandalkan Dia yang memberi kita
kehidupan, maka hidup kita juga dapat bermakna bagi orang-orang di sekitar
kita, terutama yang terdekat dengan kita.
Walau kita sudah berusaha menjadi contoh bagi anak-anak kita, kadang
rasanya kok belum ada perubahan. Jangan menyerah dan merasa bahwa semua yang kita
lakukan tidak ada gunanya. Semua ada waktunya kok. Tugas kita hanya menabur dan
memberikan nutrisi. Bagian Tuhan adalah memberikan pertumbuhan bagi mereka.
Jadi, saat kita merasa kehilangan semua kebanggaan masa lalu kita, dan
mulai stres, jangan merasa bahwa kita sudah tidak berguna. Justru saat seperti
itu kita menemukan panggilan yang lebih mulia dan kita menjadi pribadi yang
lebih baik lagi. Dan saat kita sudah mulai lelah, duduklah di bawah kakiNya.
Kasih dan anugerahNya cukup bagi kita dan memampukan kita untuk memuridkan
anak-anak kita.
PS: ini bukanlah perdebatan
tentang full-time mom atau working mom. Semua keputusan pasti ada alasan di
belakangnya dan tidak untuk diperdebatkan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar